Total Tayangan Halaman

Senin, 01 Oktober 2012

my pain healer part 1


                Igo memacu gas motornya di tengah hujan yang sangat deras pagi ini. ia tidak peduli walau ¾ celananya basah terkena hujan, kaca helm yang sengaja ia buka membuat mukanya basah kuyup dan nyaris mati rasa saking keras air hujan yang menerpa wajahnya. Sepuluh menit kemudian Igo tiba di rumah Nanda kekasih hatinya.
“ aduh,yang… kan aku udah bilang jangan jemput. Kamu basah gini sekarang gimana??” kata Nanda panik.
Igo melepaskan helmnya, mengibaskan rambutnya yang setengah basah karena kemasukan air hujan. Ia tidak menjawab Nanda.
Nanda mengeringkan wajah Igo yang basah karena hujan, ia memegang pipi Igo yang dinginnya udah kaya freezer kulkas baru dibeli.
“ tuh kan.. kamu sih aneh- aneh aja.. susah dibilangin..” omel nanda.
Igo meraih tangan Nanda dari pipinya sambil tersenyum, Nanda pun tersenyum. Pemandangan yang indah di pagi yang mendung.
“ minta teh anget dong,yang..”
Nanda langsung manyun, dikiranya Igo mau bilang sesuatu yang bikin suasana tambah oke, eh malah minta teh anget.. Nanda gondok lalu melepaskan tangan Radit, “ isshh.. emang aku mbok- mbok di warung kopi??”
Igo tertawa sambil melanjutkan mengeringkan rambutnya.

****

                Alasan kenapa Igo tetep menjemput Nanda meski hujan adalah karena hari ini hari kelulusan mereka dari sekolah menengah atas. Sampai di sekolah suasana sudah ramai, rencananya upacara kelulusan akan digelar dengan melaksanakan upacara selayaknya upacara bendera, tapi karena hujan sejak kemarin engga kunjung berhenti, maka pihak sekolah akhirnya memutuskan untuk melakukan upacara kelulusan di aula sekolah. Syukurlah, karena persiapan yang mendadak akhirnya upacara tidak bisa dilaksanakan tepat waktu, Igo dan Nanda pun tidak jadi terlambat. Sesampainya di sekolah sembari menunggu pengumuman tentang kapan dimulainya upacara, Igo dan Nanda masuk ke kelas mereka untuk bertemu teman- teman yang mungkin akan jarang sekali dapat mereka temui setelah ini.
“ woi! Darimana aja lo? Gue cariin daritadi..” sapa Rian, sahabat Igo.
“ ngapain lo nyariin gue?”
“ gue kan kuatir sama lo, kalo lo kenapa- napa di jalan pas hujan gini? Lo pikir ada yang bakal lebih sedih dari gue kalo lo kenapa- kenapa?” acting Rian.
“ aaa.. iya.. maafin aku ya.. aku engga akan ulangin lagi.. janji,, “ balas Igo sambil meraih tangan Rian.
Melihat pemandangan itu, Nanda jadi sepet.. “ heh heh heh.. gue aja engga gitu- gitu amat.. lepas- lepas.. mau nyebrang lo pada hah?”
“ Igo! Siapa gadis ini? kenapa dia lancang ganggu hubungan kita?”
Nanda makin sepet, “ gue itung sampe tiga.. satu.. dua..”
“ hahahaha.. mari kita sudahi ini semua.. aku bosen harus ada di pilihan kalian berdua..hahahaha” ledek Igo. Kalo tidak ada Nanda pasti satu sekolah udah menganggap kalo Igo dan Rian itu homo beneran. Mereka deket udah kaya sodara, parah deh kalo yang engga kenal sama kedekatan mereka berdua. Nanda aja panas, apalagi yang lain..
                
“ anak- anak! Kalian bisa ke aula sekarang.. upacara akan segera dimulai..” wali kelas mereka bicara di ambang pintu. Igo, Nanda, Rian dan teman- teman yang lain segera mengikuti wali kelas mereka. Sampai di aula, ternyata guru- guru masih belum selesai dengan persiapan mereka. Murid kelas tiga pun akhirnya kembali ngobrol.
“ Nan, lo akhirnya lanjut kemana? “ tanya Dian anak kelas sebelah.
“ gue lanjut ke Unair, Surabaya..”
“ oya? Fakultas apa?”
“ kedokteran gigi..” jawab Nanda seraya tersenyum.
“kalo lo, Go?”
“ gue disini aja, gak jauh- jauh. Toh program kedokteran disini engga kalah bagusnya..”
“ wah.. lo LDRan dong sama Nanda ntar?”
“ ya gitu lah..hehe..” jawab Igo enggan. Ia tidak suka membahas kenyataan bahwa ia harus berjauhan dengan Nanda mulai dua bulan ke depan. Nanda yang sudah dipacarinya semenjak satu SMA telah mendampingi dirinya, begitu juga sebaliknya. Pasti akan berat bagi mereka berdua untuk menghadapi ini, begitu pikir Igo.
Nanda menyadari Igo tidak nyaman dengan pertanyaan Dian tadi, ia menatap Igo yang menatap ke  arah tidak beraturan, tanda  sesuatu sedang menganggu pikiran Igo, dan Nanda tau apa itu. nanda meraih tangan Igo, mencoba menenangkan Igo dengan senyumannya, ia berusaha mengatakan bahwa engga akan ada hal buruk terjadi sama hubungan mereka selagi mereka masih saling percaya.

****

                Sore harinya Igo dan Nanda kembali keluar bersama. Tiap akhir tahun ajaran baru, mereka berdua tidak hanya merayakan keberhasilan mereka naik kelas dengan nilai yang baik, tapi mereka juga memperingati hari jadi mereka.
“ ma, pa.. Nanda pergi dulu ya,,”
“ jangan malem- malem pulangnya ya, Igo. Nanda masih harus siap- siap untuk keperluannya di Surabaya..”
Igo mengangguk menyanggupi. Mereka lalu berangkat ke salah satu café yang telah dipilih oleh Igo untuk merayakan hari ini. sampai disana, mereka duduk di meja pojok khusus untuk dua orang, Igo tidak ingin momen penting ini terganggu dengan tatapan mata orang ke arah mereka. Igo dengan manis mempersilahkan Nanda duduk.
“ happy 3rd anniversary, sayang..” kata Igo manis.
Nanda tersenyum penuh haru, air mata menggenang di matanya, ia membayangkan apa tahun depan ia bisa merayakan ini semua dengan Igo? Namun ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak meneteskan air mata. Karena Igo tidak suka melihatnya menangis, lebih tepatnya itu membuat Igo terluka dua kali melebihi Nanda.
“ makasi ya.. makasi karena udah dukung aku buat lakuin apa yang aku suka. Karena banyak temen- temen yang aku liat mesti malah berantem gara- gara pacarnya mau sekolah jauh.. tapi kamu engga gitu.. entah gimana, tapi aku beruntung punya pacar yang support aku bener- bener.. makasi ya..”
“ aku pikir aku bukan siapa- siapa yang berhak ngelarang kamu. Karena mimpimu itu mimpiku juga, mana mungkin aku tega biarin kamu ngubur mimpi kamu demi aku doang? Aku tau aku bisa kaya cowok- cowok lain, tapi pada akhirnya, mimpimu lebih penting dari keinginan egois sesaatku.. beberapa kali aku sempet bilang itu sama diriku sendiri, tapi aku bersyukur kata- kata itu engga pernah keluar. Sampai batas akhir aku pasti bakal dukung kamu, sayang..”
Nanda tersenyum penuh rasa terima kasih dan rasa cinta terhadap kekasih di depannya ini, dengan Igo yang seperti ini ia yakin mereka dapat melakukannya dengan baik. Momen ini digunakan Igo untuk mengikat hubungan mereka kea rah yang lebih serius, Igo mengeluarkan sebuah kotak yang berisikan cincin pasangan, sebagai penanda dua tahun hubungan mereka, dan untuk  bertahun- tahun lagi hubungan mereka.
“ jangan merasa terbeban dengan cincin ini, Nan. Ini Cuma tanda hubungan kita, dengan ini aku ngerasa kita bisa sama- sama tiap hari meski kita jauh. Di masing- masing cincin ini ada nama kita masing- masing. Aku pengin kamu pake cincin dengan namaku, gitu sebaliknya. Aku ingetin lagi jangan ngerasa terbeban, aku bukan lagi ngelamar kamu..”
Nanda tertawa kecil namun juga terharu, melihat kekasih hatinya yang begitu mencemaskan dan peduli akan dirinya., Igo memakaikan cincin itu ke jari tengah Nanda.
“ kok di jari tengah?” tanya Nanda, maksudnya, mestinya kan di jari manis.
“ kan aku udah bilang aku bukan lagi ngelamar kamu, nanti kalo aku lamar kamu beneran, aku pasangin di jari manis..hehe..”
“ hahaha.. dasar.. tapi nanti kalo ospek kan mesti aku lepasin, hehe..”
“ itu pengecualian, aku juga bakal lepas.. emang aku mau jadi Romeo mendadak di ospek?” ledek Igo yang dibarengi tawa Nanda. Pasangan ini terlihat begitu bahagia.

****

                Nanda sudah siap berangkat ke  Surabaya menggunakan pesawat flight pertama, Igo beserta keluarga Nanda ikut mengantarnya. Nanda melambaikan tangannya saat ia akan masuk ke tempat pemeriksaan barang penumpang. Igo membentuk hati dari kedua tangannya untuk melepas kepergian kekasihnya itu, Nanda tersenyum melihat Igo.. saat berbalik dari Igo dan keluarganya barulah Nanda berani meneteskan air matanya.
3 bulan kemudian..
                “ halo, kamu dimana sayang?” tanya Igo. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam waktu Indonesia tengah tapi Nanda belum juga mengabarinya tentang keberadaan Nanda sekarang. Tadi sore dia Cuma pamit untuk kumpul di klub fakultasnya.
Nanda menjawab dengan malas- malasan, “ aku udah di kos dari setengah jam yang lalu..”
“ apa? Kenapa engga bilang- bilang? Aku kan nungguin daritadi..”
“ something happen, aku lupa sms kamu.. maaf ya,,”
Igo menahan amarahnya, sepenting apa ‘something’  itu sampai Nanda lupa sms dia untuk sekedar kasih tau kalo dia sampe kos dengan selamat.
“ udahan dulu ya, besok deh aku ceritain gimana tadi pertemuannya.. aku capek.. nite sweetie..” kata Nanda lalu memutus hubungan telpon tanpa membiarkan Igo berkata sesuatu.
Besok siang Igo kembali mengumpulkan kesabarannya terlebih dulu, ia engga mau emosi kalo ngomong sama Nanda, Nanda memiliki perasaan yang lembut. Ia engga mau sampai kasar atau curiga berlebihan padanya. Igo pun menekan angka satu, panggilan cepat di Handphonenya untuk Nanda.
Tapi handphone Nanda mendadak tidak aktif, mungkin gak ada sinyal, batin Igo. Ia mencoba berkali- kali sampai akhirnya tersambung juga dengan Nanda.
“ halo, Sayang.. sori- sori aku barusan aja selesai pertemuan yang kemaren.  Handphonenya aku matiin, takut ada yang nelpon, kan engga enak sama senior, aku masih baru..”
“ oohh.. ya udah sayang, gak papa.. trus udah selesai rapatnya?”
“ belum.. masih break sebentar, makanya sempetin nelpon kamu dulu..”
“ emang kamu ikut klub apa?” tanya Igo antusias, ia sudah lupa akan kemarahannya.
“ ini klub mahasiswa dokter gigi seluruh Indonesia, ini semacem forum yang ngumpulin mahasiswa kedokteran gigi gitu, yang.. lumayan kan aku bisa dapet banyak ilmu dari senior- senior disini..”
“ hmm.. bagus lah, yang.. seniornya baik- baik?”
“ wah baik- baik banget.. mereka engga yang pelit bagi ilmu sama junior- juniornya..”
Igo hanya tersenyum mendengar suara riang Nanda, namun tiba- tiba Nanda memutus pembicaraan mereka karena rapat harus kembali dimulai.
Igo menutup telponnya dengan raut wajah yang sedikit kecewa, dengan waktu yang sempit kaya tadi, Nanda mungkin lupa menanyakan keadaannya.
Igo mencari kesibukan lain untuk mengalihkan perhatiannya, ia mencari buku referensi untuk bahan diskusi. Setelah menemukan beberapa buku, Igo duduk sambil menunggu sms dari Nanda yang memberitahu bahwa ia telah selesai.
                Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, dua jam setengah semenjak Nanda terakhir menelpon. Perpustakaan pun sudah terlihat sepi, Igo pun akhirnya memutuskan untuk menunggu di rumah aja. Dan setengah jam kemudian Nanda akhirnya sms.
“ yang,, aku udah sampe setengah jam yang lalu.. aku istirahat dulu ya, tugasnya bikin aku lama- lama jadi gila T.T.. jangan lupa makan.. love you.” Igo membaca sms itu dengan hati yang kembali harus menelan kekecewaan. Melelahkan rasanya harus begini setiap hari.
Hari dan minggu berikutnya tidak jauh berbeda bagi pasangan ini, Igo pengin tau seberapa jauh Nanda akan bersikap seolah menjauh darinya. Igo sengaja hanya mengirim sms yang tidak perlu dibalas oleh Nanda, ia ingin tau apakah Nanda menyadari perubahan sikapnya? Igo hanya menelpon sekali dalam seminggu, berbeda drastis dengan awalnya yang bisa dipastikan setiap hari. hal ini menyakitkan bagi Igo, tapi sakit itu belum seberapa bila ditambah lagi dengan kenyataan bahwa Nanda ternyata baik- baik saja dengan perubahan sikapnya. Igo memandang cincin di jarinya, ia memegang cincin itu.. mulai cemas..
Akhirnya malam itu Igo putuskan untuk melakukan hal yang hanya dilakukan pasangan yang sedang mengalami krisis kepercayaan stadium lanjut. Awalnya Igo mengirim sms untuk mengingatkannya istirahat cukup, lima belas menit menunggu namun belum juga ada balasan dari Nanda. Seperti biasanya, batin Igo. Selama ini Igo terus menunggu Nanda, namun nampaknya sia- sia. Igo pun akhirnya membuka facebook, ia menuju dinding Nanda. Sebelumnya belum pernah ia sampai repot mengecek apa saja aktivitas kekasihnya ini di dunia maya..
                Igo melihat banyak wall yang datangnya dari Rio, ia pernah dengar tentang Rio dari Nanda. Dia senior Nanda di klub yang sedang Nanda ikuti. Isinya tentang klub yang baru mereka geluti, mengingatkan bahwa akan ada pertemuan yang ditujukan ke seluruh anggota. Beberapa menit kemudian, Nanda mengupdate status
“ tugas numpuk.. sedikit lagi jadi deh gila..”
Igo kaget dengan status Nanda, dia bisa update status tapi engga bisa bales sms. Atau smsnya hanya dianggep sms operator yang engga bisa dibales? Keterkejutan Igo berlanjut lagi saat ia melihat Rio komen di status Nanda..
“ jangan maksain.. istirahat aja.. J
Belum sampai satu menit lewat, Nanda membalas lagi dengan akrabnya. Igo jadi kalap.. ada apa dengan kekasihnya? Kenapa sekarang ia lebih memilih curhat di facebook ketimbang dirinya? Secepat itukah hatinya berubah? Lalu dianggap apa Igo yang berusaha untuk menjaga hatinya untuk Nanda? ???

****

                Sabtu malam, jadwal Igo menelpon Nanda.. malam ini ia akan meminta kejelasan tentang Rio. Sementara Nanda dan Rio tengah berada di sebuah toko buku, mereka pergi bersama untuk mendapatkan buku yang langsung ditandatangani oleh penulisnya. Saat mengantre, Nanda mendapat telpon dari Igo, Nanda minta tolong ke Rio untuk menjaga tempatnya sebentar, Rio menyanggupi.
“ halo.. Nanda.. aku mau ngomong, penting..”
Nanda bingung, “ kenapa, yang?”
“ Rio itu, kamu deket sama dia?” tanya Igo berusaha setenang mungkin.
“ ehmm.. iya.. lumayan, dia salah satu senior yang paling baik..” jawab Nanda enteng.
“kamu suka dia?” tanya Igo to the point.
Nanda meradang, tidak terima Igo meragukan kesetiaannya, “ apa? Kamu lagi nanya aku setia apa engga? Gitu maksudmu..?”
“ loh, bukannya gitu.. tapi aku liat lewat fesbuk kemaren, kayanya kamu deket banget sama dia. Sampe kamu curhat ke dia di banding sama aku. Bisa kamu jelasin itu?” Igo mulai panas dengan sikap Nanda yang terkesan menyembunyikan sesuatu darinya.
“ aaa.. jadi kamu udah sempet liat- liat fesbukku sekarang? Asal kamu tau ya, aku engga suka kalo kamu aja engga bisa percaya sama aku. Aku tuh berusaha keras buat bisa bertahan, tapi kalo kamu engga bisa percaya aku, terserah!” bentak Nanda sambil memutuskan hubungan telponnya. Nanda menangis setelah menerima telpon dari Igo, ia sedih dengan sikap Igo yang seperti itu, ia merasa tidak ada yang salah dengan sikapnya lalu apa yang membuat Igo seperti itu?
Beberapa saat kemudian, Rio datang mencari Nanda.
“ kok lama? Ada apa?” tanya Rio. Nanda menghapus air matanya.
“ loh, kok nangis? Kenapa?” tanya Rio lagi.
Nanda hanya menggeleng, tapi Rio jelas bisa menangkap kalo ada yang tidak beres dengan Nanda. Perlahan Rio meminta Nanda untuk meneceritakan kepadanya, kita kan temen, begitu kata Rio. Dan akhirnya Nanda pun luluh, ia menceritakan keluh kesahnya tentang Igo, ia menceritakan siapa itu Igo dan bagaimana hubungan mereka akhir- akhir ini. diluar dugaan, Rio malah mengambil kesempatan ini untuk menjadi ‘malaikat’ bagi Nanda, ia mengucapkan kata- kata manis yang ingin Nanda dengar, bukan yang seharusnya ia dengar. Dan apesnya lagi, Nanda termakan dengan kata- kata manis Rio, ia tidak mencoba menghubungi Igo untuk menjelaskan salah paham ini, padahal Nanda tau kalau Igo sekararang pasti sedang menunggu telpon darinya.tapi nanda mengacuhkan itu semua.
                Hal yang sama dilakukan oleh Igo, ia merasa sudah terlalu banyak menguras tenaganya untuk menyelesaikan masalah ini. Igo semakin frustasi mengingat ini baru enam bulan semenjak hubungan jarak jauh mereka, Igo tidak mengira masalah sepelik ini datang secepat ini. Igo memutuskan untuk instropeksi diri terlebih dulu, ia harus tau apa yang salah dengan dirinya hingga membuat Nanda berubah seperti ini. beberapa minggu dihabiskan Igo untuk memikirkan hal ini, tidak terasa dua hari lagi Igo akan menyelesaikan ujian semesternya, ia berencana akan pergi ke Surabaya untuk meminta maaf secara langsung kepada Nanda. Igo merasa, mungkin ia terlalu over protektif ke Nanda belakangan ini sehingga membuat kekasihnya itu merasa terkekang.
“ oo gitu.. jadi lo mau berangkat jumat besok?” tanya Rian, sahabat Igo yang juga satu fakultas dengannya.
Igo mengangguk, “ gue ngerasa ini bukan sesuatu yang bisa selesai hanya dengan telpon, apalagi sms..”
Rian mengangguk mengerti, “ lo mau gue temenin bro? yaahh.. sekalian gue jalan- jalan gitu sementara lo sama urusan lo..hehe..”
“ jangan, engga usah.. lagian gue engga tau bakal berapa lama disana, ntar lo marah ngerepotin gue..”
“ sialan,.!”
“ hahahaha.. ya udah ya, gue mau balik dulu, mau siap- siap,,”

****

                Sampai di rumah Igo menyiapkan tiket, baju dan uang seadanya. Ia tidak memberi tau kedatangannya kepada Nanda karena ia ingin membuat kejutan special buat kekasihnya itu. sementara di tempat lain Nanda tampaknya benar- benar telah menemukan kesibukannya sendiri, kesibukan yang membuat ia lupa akan salah paham yang mestinya ia selesaikan dengan Igo. Ditambah lagi Rio selalu ada disampingnya sekarang, sebagai senior sekaligus teman curhat yang setia ada di tiap Nanda memerlukannya. Nanda benar- benar terlena akan keadaan nyamannya, sehingga tidak memikirkan perasaan Igo atau paling tidak hubungannya dengan Igo yang telah sekian lama dibangun.
                Hari jumat tiba, pukul tiga sore Igo berangkat dengan pesawat, pukul 5 waktu Surabaya ia akan sampai di kosan Nanda, Igo tersenyum optimis sebelum masuk ke dalam kabin pesawat. Optimis kalau ia akan membawa hasil manis ke Bali nanti. Jalanan dari bandara ke kosan Nanda pun nampang lengang, hal ini membuat Igo malah jadi gerogi, itu artinya tidak lama lagi ia akan bertemu dengan Nanda. Igo pun berusaha menghubungi Nanda, ditelpon tapi Nanda tidak mengangkat, setelah di sms beberapa lama barulah Nanda membalas, ia mengatakan bahwa ia sedang ada di kosan.. Igo tersenyum puas. What a perfect time! Sejuta harapan dibawa Igo kesana, ia tidak sabar ingin bertemu dengan kekasihnya yang sudah enam bulan ini ia temui, namun sayang.. bayangan indah dalam benak Igo harus terpatahkan dengan pemandangan mencengangkan di depan matanya saat ini..
Ia melihat Nanda tengah berpelukan dengan seorang pria!
Siapa dia?! Batin Igo penasaran, ia mengepalkan tangannya tanda menahan emosinya. Ia berjalan mendekat ke arah sejoli yang sedang berpelukan itu, ia yakin itu Nanda, tapi ia tidak bisa melihat wajah sang lelaki, namun sesaat kemudian ia segera tau siapa lelaki yang memeluk kekasihnya itu..
“ makasi ya Rio..” tandas Nanda perlahan.. Rio hanya mengangguk manis.
Setelah melepaskan pelukannya, barulah Nanda panik menyadari Igo tiba- tiba hadir di depannya.
“ I..Ig.. Igoo… kok kamu.. kamu bisa disini?”
Igo diam seribu bahasa menahan amarah, sementara Rio angkat bicara.
“ ooh.. jadi kamu yang namanya Igo? Kenalin.. Rio..” kata Rio dengan sombongnya. Igo memandang Nanda yang sedang tertunduk, lalu memandang Rio dengan tatapan penuh rasa marah. Apa mereka sedang minta semacem restu darinya? Dimana letak perasaan Nanda saat ini? tidakkah ia lagi memiliki hati melakukan ini semua kepadanya? Igo sudah tidak tahan lagi, ia datang kesini bukan untuk mempermalukan dirinya sendiri. Ia menjawab Rio,
“ kenalin.. gue Igo!” dengan cepat ia menonjok muka menyebalkan Rio, Nanda kaget melihatnya, sementara Rio jatuh tersungkur tanpa daya setelah mendapat pukulan dari Igo.
“ bangun! I’m just warming up!” kata Igo penuh amarah. Namun hal itu dicegah oleh Nanda,
“ jangan sayang..” kata Nanda.
“ sayang yang mana yang kamu maksud? Aku? Ato sampah ini? bangun!” bentak Igo sambil menendang kaki Rio. Rio tidak bisa melawan, ia hanya terdiam di tanah. Nanda tidak bisa berkata apa- apa lagi, ia menyuruh Rio pulang dan meminta Igo masuk ke dalam, engga enak diliat orang.

****

                “ maafin aku, Go..”
“ berminggu- minggu aku coba buat pikirin apa salahku, aku pikir aku udah terlalu engga percaya sama kamu makanya kamu bisa kaya gitu berubah.. dan sekarang aku berniat buat bisa selesein masalah sama kamu.”
“ aku minta maaf..”
“ selama ini aku sadar ternyata aku yang selalu pengin tau gimana keadaanmu, tapi kamu engga pernah mau tau gimana keadaanku. Aku biarin diriku hubungin kamu tanpa mikirin kenapa kamu engga pernah hubungin aku, tapi aku salah udah percaya sama kamu..”
“ Igo.. plis..” Nanda mulai menitikan air matanya.
“ kamu kira ini semua bisa selesai dengan kata plis? Dengan air matamu?”
“ aku engga suka kalo kamu engga percaya sama aku, aku engga punya tempat berbagi disini, kamu kira Cuma via telpon aja cukup? Engga cukup buat aku,”
“ terus kenapa harus dilanjutin kalo tau kamu itu engga cukup??!” bentak Igo.
“ kenapa engga minta putus waktu hari terakhir kita bareng? Hah?!”
“ karena aku pikir aku bisa, tapi ternyata aku engga bisa..” sesal Nanda.
Igo menggelengkan kepalanya tanda tak percaya, “ ternyata cewek yang aku sayang selama ini kaya gini ya. Kamu engga minta putus sama aku karena kamu belum nemu orang yang bisa kamu jadiin sandaran gitu?”
Nanda mau menjawab, tapi Igo menyanggahnya duluan.. “ aku engga bisa mentoleril disloyalty -mu, kesalahan apapun bakal berusaha aku maafin. Tapi ini, tadi, jelas kenapa aku dateng kesini. Mau kamu apa? Kita putus?”
“ kalo itu mau kamu..” kata Nanda.
“ jangan bikin keadaan seolah aku yang pingin banget putus! Jangan coba- coba kurangin rasa bersalahmu sama aku, aku engga akan kepancing, aku tau kamu. Kamu engga pernah mau nanggung kesalahanmu sendiri!”
Nanda tertegun mendengar penilaian jitu dari Igo, entah disadari atau tidak oleh Igo, badan Nanda mulai bergetar.
“ aku engga mau lagi nanggung kesalahanmu, so find someone who will!! Aku pergi!”
“ tunggu!” cegah Nanda, langkah Igo terhenti. Namun ia tidak mengucapkan apapun, menoleh pun tidak. Akhirnya nanda yang memberanikan diri menatap wajah Igo.
“ kamu pulang naik apa? Kan kamu baru sampe?”
Igo menatap Nanda heran, “ kenapa kamu nanya? Kamu lupa beberapa detik yang lalu kita baru aja putus? Kenapa kamu mesti peduli, jangan peduli sama apa yang aku lakuin. Urus aja kepentinganmu sendiri..” kata Igo ketus. Nanda tampak kecewa dengan jawaban Igo, Nanda perlahan melepaskan cincin yang selama ini selalu ia pakai, tanda bahwa ia mencintai Igo setulus hatinya..
“ aku engga pantes lagi nerima ini, Go..” Nanda meraih tangan Igo lalu menaruh cincin itu ke telapak tangan Igo. Igo menatap kea rah telapak tangannya, ia mengatupkan telapak tangannya, menggengam erat cincin itu. namun sesaat kemudian, ia melepaskan genggaman itu yang membuat cincin itu terjatuh dan menimbulkan suara gemerincing di lantai, Nanda melihat cincin itu dengan luapan air mata, sementara Igo mencoba menguatkan dirinya,
“ aku juga engga pantes bawa cincin itu..”
Dan begitulah akhir dari hubungan Nanda dan Igo, mereka melanjutkan hidup mereka masing- masing. Luka yang begitu membekas membuat Igo menjadi malas buat pacaran, engga peduli lagi dengan perasaan yang begitu melelahkan itu, perasaan yang hanya indah di awal.. begitu pikir Igo. Ia lebih baik fokus dengan studinya..

****

Komentar engga penting dari penulis..
Ini gue yang bikin cerita, punya ide cerita sendiri, tapi kenapa gue juga yang ngerasa nyesek ya pas nulis ini? T.T
Tapi mungkin beberapa di antara kita pernah nemuin saat dimana disakitin banget sama orang yang kita sayang, ide utama cerita ini adalah, disaat orang yang udah nyakitin kita dateng lagi disaat kita baru aja bisa move on, bisakah kita bertahan dengan keadaan move on kita? Atau kita lebih milih hidup dengan kenangan masa lalu?
Hal ini yang ngeganggu pikiran gue, akhirnya tercetuslah cerita ini, mudah- mudahan bisa menjawab kegalauan gue sendiri..muahehehe..
Hidup itu emang penu pilihan, entah itu pilihan mudah atau sulit, tapi satu yang sama, tiap pilihan kita punya konsekuensinya masing- masing..
Jujur aja gue engga tau gimana ending ini cerita, mungkin aku bakal rubah pikiranku di part 2..hehe :P
               

               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar