Kira kira gimana cerita gue ini akan berakhir? Well.. I’ve
been asking the same question to my self T.T
Lets the story continues :D
****
2 tahun kemudian..
“ kelas
dibubarkan, inget kumpulkan tugas kalian minggu depan.. terima kasih atas kerja
samanya..” kata Igo menutup kuliahnya hari itu. Igo didaulat menjadi asisten
dosen selama beberapa kali pertemuan, dan ini adalah pertemuan terakhirnya. Ia
ditugasi untuk menggantikan kelas di angkatan satu tahun di bawahnya. Semua
mahasiswa dan mahasiswi sudah keluar kelas, tinggal dua orang saja yang masih
di dalam kelas yakni Igo dan Rian.
“ broo.. bantuin gue dong selesein tugasny pak Andre..”
pinta Rian dengan tatapan memelas.
Igo geleng- geleng kepala sambil merapikan kabel laptopnya,
“ ckckck.. siapa suruh engga dari taun kemaren lo ambil mata kuliah ini?
makanya kalo milih mata kuliah itu dipikir, jangan maen pilih doang.. lo pikir
ini undian? Huu.. rasain.. gue engga mau bantu, bantu buat lo itu artinya gue
yang ngerjain dari pendahuluan sampe jilid..” ledek Igo.
“ hey man.. everyone makes mistake you know, lo tega kalo
gue sampe engga lulus mata kuliah ini? ayolah.. ya ya.. “ pinta Rian semakin
memelas..
“ yes I know, and they take the responsibility for that too…
hahahaha.. enggak! Kalo lo mau cari buku referensi, silahkan ke rumah gue kapan
aja, tapi kalo bikinin, gak akan..”
“ yuk makan.. laper nih.,” ajak Igo sambil membawa tugas-
tugas yang akan diberikan kepada dosen pembimbing yang bertanggungjawab. Rian
mengikuti sahabatnya itu dengan langkah gontai, minta tolong sama Igo urusan
beginian emang kaya mengharap uang semesteran jadi gratis, alias engga mungkin
banget. Igo menoleh ke sahabatnya itu, yang lagi galau gara- gara tugas yang
baru saja ia sampaikan.
“ lo pasti bisa, ayo semangat!” kata Igo menyemangati, tanpa
ia ketahui ada seseorang yang berlari ke arahnya, saat Igo bergerak maju, orang
itu juga bergerak maju, akhirnya tabrakan pun tak terhindarkan lagi..
“ Brukk!!!”
“ Auch..” keluar suara dari yang menabrak, sementara tugas-
tugas yang dibawa Igo jadi berantakan.
“ aduh, maaf kak,, maaf.. saya engga sengaja..”
Igo mencoba tenang, “ iya, saya tau kamu engga sengaja..”
kata Igo sambil merapikan tugas- tugas yang terjatuh, padahal ia sudah
mengurutkannya sesuai absen.
“ maaf kak.. saya bantu rapiin..” cewek itu pun membantu
merapikan kekacauan akibat keteledoranya itu. setelah rapi semuanya, Igo
menanyakan ada perlu apa dia sampai berlari kesini..
“ ada yang ketinggalan?” tanya Igo.
“ handphone?” celetuk Rian.
Cewek itu menggeleng, “ tadi saya dateng terlambat kak,
engga sempet kumpul tugas. Makanya saya cari kakak sekarang, barusan aja dikasi
tau kalo tugas tengah semesternya harus dikumpulin sekarang.. ini kak..” cewek
itu memberikan berkas yang sudah terjilid rapi.
Igo menerima tugas itu, “ oke.. saya terima tugas kamu,” Igo
menoleh ke nama yang tertera di tugas itu, “ Kasandra,,”
Gadis itu tersenyum manis, “ makasi kak, saya duluan..” .
Igo tersenyum tanda mengiyakan.
“ tuh, siapa tau kalo lo minta tolong sama dia, dia mau
bantuin bikin tugas lo..” ledek Igo.
“ hei.. gue punya harga diri ya, gue engga mau minta bikinin
tugas sama cewek..huhu..”
****
“maaa…
acara nanti malem, harus Igo ikut?” tanya Igo kepada mamanya saat ia sampai di
rumah.
“ iya, Go.. sekali ini aja, mama sama papa engga pernah kan
minta kamu ikut kalo engga acara penting. Ini acara gathering keluarga dokter
di Bali, ini penting untuk kamu ke depannya.. ya?” bujuk mamanya. Igo tidak
terlalu suka lagi harus menjadi ‘ekor’ papa dan mamanya di usianya yang
sekarang.
“ hmm… iya dehh.. tapi Igo berangkat sendiri aja ya, soalnya
mau ngasihin ini dulu ke rumah dosen..” kata Igo sambil menunjuk tugas- tugas
menumpuk dengan dagunya.
“ ooh gitu.. ya udah gak papa.. asal jangan lewat dari jam
7.. oke?”. Igo mengangguk mengerti. Di kamar Igo melihat- melihat lagi tugas- tugas itu, ia
iseng membaca tugas kepunyaan Kasandra, karena kebetulan tugasnya ada di urutan
paling atas. Setelah membaca sejenak, Igo mengangguk- anggukkan kepalanya, not
bad.. katanya dalam hati.
Setelah
tidur beberapa saat, Igo bergegas mandi untuk pergi ke rumah dosen lalu ke
acara orang tuanya. Igo mengambil handuk dan membuka kaos yang sejak tadi belum
ia ganti, ia menoleh ke kaca, melihat kalung yang ia kenakan. Kalung yang
berisikan cincinnya dengan Nanda, Igo tersenyum miris. Selama ini ia mencoba
melupakan luka itu, tapi ia tidak sadar bahwa kalung itulah yang menjadi
penyebab kenapa luka dihatinya tidak juga kering, karena cincin yang
melambangkan cinta mereka dulu masih berada terlalu dekat di hatinya, hingga
sulit bagi hatinya untuk menyembuhkan luka itu.
Igo memacu mobilnya menuju rumah dosennya, setelah
berbincang sejenak Igo segera berangkat menuju hotel tempat diadakannya
gathering malam ini. sementara mamanya terus menelpon menanyakan keberadaan
dirinya,
“ sayang, kamu dimana?”
“ di parkiran ma, bentaarr lagi..hehe” kata Igo sambil
bergegas melangkahkan kakinya ke ball room tempat acara itu. Igo menaiki tangga
dengan langkah setengah berlari, begitu pula yang dilakukan gadis di depannya,
ia juga setengah berlari dengan straight dress dan high heelsnya. Karena tidak
mampu menjaga keseimbangannya, gadis itu melewatkan setengah anak tangganya
sehingga ia akan jatuh ke dasar tangga kalau saja tidak ada Igo di belakangnya,
“ AAAAAGHHH!!!” teriak gadis itu, membuat tamu- tamu lain
yang baru datang menoleh ke arahnya, namun Igo dengan sigap menangkap punggung
gadis itu, dengan sekuat tenaga Igo menahan tubuh gadis itu, semua orang
menatap mereka sekarang, tatapan Igo dan gadis itu pun bertemu hingga beberapa
saat Igo mengucapkan kata pertamanya,
“ kamu berencana ngeliatin aku terus sampe tengah malem
nanti, ato..”
Gadis itu terbangun dari ‘khayalannya’, ia segera minta
maaf, “ aduh maaf ya.. maaf.. makasi.. makasi,,”
Igo tertawa mendengar kalimat gadis di depannya ini, “ mau
minta maaf apa bilang makasi?” ledek Igo membuat cewek itu malu..
“ aahh,, iya, dua- duanya..” beberapa saat kemudian cewek
itu menyadari siapa sosok di depannya ini.
“ loh.. kakak? Kak Igo ya?” ia segera berdiri dengan sopan
dan merapikan dressnya. Igo tidak ingat siapa gadis di depannya ini.
“ kita kenal?”
“ ehmm.. engga sih kak, tadi aku yang telat kumpul tugas..”
jawab Kasandra.
“ oohh.. Kasandra itu ya? “ tebak Igo. Kasandra mengangguk.
“ kamu kesini juga?”
“ iya kak, papa sama mama nyuruh aku kesini, aku sih
males..” celoteh Kasandra, ia lupa dengan siapa ia sedang bicara tapi ia main
ngomong seenaknya dia. Igo kembali dibuat tertawa,
“ aku juga, dipaksa kesini.. jangan panggil kak lah, kita
Cuma beda setaun.. toh aku bukan asisten dosenmu lagi..” tandas Igo, Kasandra
mengangguk mengerti.
“ ayo masuk..” ajak Igo.
Di
dalam sudah berkumpul banyak orang, Igo kesulitan mencari orang tuanya,
habisnya pada pake jas item semua, susah bedainnya. Kasandra pun mengalami
kesulitan yang sama, beruntung mamanya Igo melambaikan tangan ke arah anaknya,
Igo berjalan ke mamanya dan Kasandra mengikutinya dari belakang.
“ kok lama? Katanya di parkiran?”
“ iya ma, ada sesuatu tadi.. jelas Igo..”
“ Sandra, kamu ke toilet aja lama banget,,” kata papanya
Kasandra yang ternyata daritadi sedang ngobrol dengan orang tuanya Igo. Igo
kaget melihat ternyata orang tuanya kenal dengan orang tuanya Kasandra.
“ iya pa, ada sesuatu tadi..” jawab Kasandra, Igo tersenyum
mendengar jawaban Kasandra yang sama persis dengan jawabannya.
“ Igo, kenalkan dulu, ini dokter Franky, teman papa di studi
magister dulu, dia ahli ortopedi..”
“ Frank, ini anakku, Igo.. dia mau lanjut studi yang sama
seperti kamu katanya kalau sudah lulus nanti..”
Igo mengulurkan tangannya, “ Igo..” katanya dengan tegas
namun sopan. Sementara dokter Franky tersenyum melihatnya.
Kasandra membisikkan sesuatu ke telinga mamanya, dan secara
tidak sengaja mamanya mengutarakan bisikan anaknya itu,
“ ooohh.. kamu satu kampus ya sama Sandra? Kamu asisten
dosen di kelasnya Sandra ya? Wah hebat, pasti kamu pintar sekali..” puji mama
Sandra. Dokter Frank juga senang mendengar prestasi Igo, “ wah bagus sekali,
kalau kamu perlu referensi buku apapun, datang saja ke rumah oom..”
Igo mengangguk, ia mengucapkan terima kasih atas pujiannya,
sementara Sandra terlihat malu dengan tingkah ibunya, aduh mama, sekalian aja
mah maju, ambil micnya buat kasi pengumuman.. batin Sandra, Igo hanya tertawa
kecil melihat ekspresi wajah Sandra.
“ karena anak kita ternyata sudah saling kenal, lebih baik
kita jangan ganggu mereka dengan obrolan masa tua kita..Igo, Sandra, kita ke
depan dulu ya.. kalian silahkan lalukan hal yang biasa kalian lakukan..” kata
papanya Igo yang disetujui orang tua Sandra.
****
Sandra
tertawa kecil, “ kok ketawa? “ tanya Igo. Sandra menggeleng.
“ enggak, inget omongannya papamu tadi, lakuin yang biasa
anak muda lakuin.. emang apaan?”
Igo setuju kalau kata- kata itu memang aneh, “ emang kamu
biasa ngapain?” tes Igo.
“ hah? Aku? Ngapain ya.. ngapain aja sih yang penting engga
ngebosenin..”
“ kamu suka nulis?”
“ kok tau? Iya bisa dibilang gitu, aku suka nulis dari jaman
SD, dari nulis diary sampe nulis puisi..”
Igo mengangguk, “ iya karena aku baca tugasmu sepintas tadi,
pemilihan kata- katamu bagus..” jawab Igo sambil tersenyum.
“ mudah- mudahan pak Andre pikirannya sama kaya kamu..hehe”
Igo tersenyum, “ oya.. biasanya kalo nulis gitu dapet
inspirasi dari mana?”
“ ehmm..macem- macem.. bisa dari temen, dari kehidupan orang
yang aku liat di tivi, dari pengalamanku, dari nonton film.. banyak deh.. nulis
itu bikin kita jadi lebih tenang.. menurutku..”
Igo mulai tertarik, benarkah? Haruskah ia mulai menulis
untuk mulai menghilangkan gundah di hatinya selama ini?
“ gimana caranya nulis? Maksudku, cara jabarin hal- hal yang
kamu liat supaya bisa kamu tuangin dalam kata- kata..”
“ hmm.. kalo aku, aku selalu liat hal yang berkaitan dengan
sumber yang aku punya., misalnya aku nonton satu film yang punya pesan moral
bagus, biasanya aku hubungin sama kenyataan yang aku alamin, tapi engga
selamanya kaya gitu karena kalo aku lagi sedih, aku biasanya nulis engga
karuan, kadang Cuma beberapa kalimat dengan karakter besar, udah gitu aku hapus
lagi..hehe..”
Igo tersenyum mengerti, “ trus kamu lega kalo habis nulis?”.
Sandra mengangguk.
“ meskipun banyak hal yang engga bisa diungkapin dengan
kata- kata, tapi lebih baik daripada kita engga bisa ungkapin sama sekali..”
“ wow.. that’s quote of the day,,” kata Igo memuji perkataan
Sandra..
Sesampainya di rumah, Igo kembali terngiang kata- kata
Sandra tentang manfaat mengungkapkan perasaan lewat menulis..
“ apa gue mesti coba nulis ya?” tanya Igo pada dirinya
sendiri.
****
“ ya
ampun, Sandra.. kok kamu repot- repot anterin ini kesini sih? Kapan- kapan kalo
ketemu tante kan mamamu bisa balikin sendiri..” kata Ibu Igo menyambut
kedatangan Sandra ke rumahnya untuk mengembalikan koper yang sempat
dipinjamkannya. Ibu Igo mempersilahkan Sandra masuk terlebih dahulu, kebetulan
ia sedang membuat cookies dan perlu seseorang untuk mencobanya.
“ ah, jangan tante.. ngerepotin..”
Ibu Igo menggeleng, “ engga kok, sebelum tukang protesnya
bangun trus nyobain, habis gitu nyela- nyela deh bikinan tante..”
Sandra tertawa geli, “ siapa tante? Igo?”. Tante mengangkat
bahu yang mengisyaratkan, “ siapa lagi..”
Ia akhirnya mencoba cookies dengan keju buatan ibunya Igo, “
hmmm… enak banget tante.. beneran deh, “ puji Sandra sambil menikmati cookies
yang masih hangat itu..
“ tante.. lagi ya? Hehe..” pinta Sandra.
“ oohhh!! Iya iya!! Silahkan.. tante masih ada di oven satu
Loyang lagi..”
Sementara dari lantai atas Igo menggaruk- garuk kepalanya,
ia baru saja bangun tidur. Sandra melihat Igo yang baru saja sampai di dapur
yang berdekatan dengan ruang tamu.
“ apa- apaan sih nih,,” Igo masih setengah merem.
“ kamu udah bangun, ini cobain dulu bikinan mama..”
“ enak loh!!! Kalo engga suka engga papa, biar aku aja bawa
pulang..hehe” tawar Sandra yang disambut dengan tatapan “ enak aja” dari Igo.
Setelah minum segelas air putih, barulah Igo mengambil cookies buatan mamanya,
mamanya melihat dengan tatapan cemas..
“ hmm.. mantap ma.. enak.. tumben sekali eksperimen langsung
berhasil..” puji Igo yang lebih terdengar seperti sindiran bagi mamanya..
“ tuh kan, San.. kamu saksinya, dia bisanya Cuma nyela.. ya
udah, bawa deh sama piring- piringnya ke ruang tamu..” kata mamanya, Igo
langsung membawa piring yang penuh cookies dan mengajak Sandra ngobrol disana.
“ enak ya? Suka?” tanya Igo yang bermaksud menyindir Sandra
yang hampir menghabiskan makanan di depannya tanpa ada ramah tamah seperti, “
mau, Go? Enak loh..” boro- boro.. sama sekali engga ada. Igo geleng- geleng
kepala..
Sandra mengangguk dalam- dalam, “ enak- enak, hehe.. mau
mau?”
Baru nawarin pas udah habis, batin Igo, “ enggak.. habisin
aja semua..”. di tengah obrolan hangat mereka, tiba- tiba hujan dengan deras
turun.
“ HAH? HUJAN? Aaahhh… bikin susah aja aahh..” keluh Sandra
tiba- tiba. Sementara Igo terdiam, kenangan merasuki dirinya.
Flashback..
“ aduh,yang… kan aku
udah bilang jangan jemput. Kamu basah gini sekarang gimana??” kata Nanda panik.
Igo melepaskan
helmnya, mengibaskan rambutnya yang setengah basah karena kemasukan air hujan.
Ia tidak menjawab Nanda..
“ tuh kan.. kamu sih
aneh- aneh aja.. susah dibilangin..”
omel nanda.
Igo meraih tangan
Nanda dari pipinya sambil tersenyum, Nanda pun tersenyum. Pemandangan yang
indah di pagi yang mendung.
“ kamu
disini aja,San sambil nunggu hujannya turun..” kata Mama Igo tiba- tiba
sehingga membuyarkan lamunan Igo, ia akhirnya kembali kedunianya. Kenangan itu,
kapan akan pergi.. batinnya.
“ ehmm.. tapi Sandra mau ke satu tempat tante, harus hari
ini.. karena Sandra udah janji..”
“ trus gimana dong?”
“ Sandra bawa jas hujan kok tante, jadi engga papa.. tadi
Sandra udah feeling mau bawa mobil aja, tapi engga tau kenapa malah kunci motor
yang diambil.” Sesal Sandra, namun Igo tiba- tiba menawarkan tumpangan.
“ sama aku aja.. aku anterin pake mobil..”
“ ide bagus! Sama Igo aja, nanti tante telponin mamamu suruh
orang ambil motornya..”
“ engga papa nih, Go? Kamu engga mau lanjut tidur?”. Igo
menggeleng, ia kebetulan sedang ingin keluar.
“ engga ngerepotin nih tante? Sandra jadi engga enak..” kata
Sandra sungkan. Tante juga ikut menggeleng. Akhirnya 10 menit kemudian Sandra
dan Igo pergi bersama. Saat di tengah perjalanan, hujan mendadak berhenti.
“ argh! Hujannya main- main nih..!” keluh Sandra, kalau aja
ia tau hujannya Cuma setengah, dia engga usah ngerepotin siapa- siapa.
Sementara Igo hanya menatap Sandra sambil tersenyum.
“ jadi tempat apa yang mau kamu datengin?” tanya Igo, Sandra
hanya tersenyum.
“ jangan- jangan..” Igo menerka.
Sandra menoleh dengan tatapan heran, “ jangan- jangan apa?”
“ jangan- jangan kamu mau ketemuan sama cowok ya? Cowok kamu
ya? Makanya kamu bilang ada janji penting, harus hari ini.. it’s make sense
now, mana ada kencan yang boleh batal, iya kan? Huahh.. tau gitu aku engga
ikutan..” kata Igo sok tau.
“ HAHAHAHAHA!!!” Sandra tertawa keras, “ kenapa kamu
mikirnya jauh banget sih? Wah, kalo kamu jadi penulis scenario drama, pasti
jadi hits deh itu drama, imajinatif banget..” ledek Sandra sambil memegang
perutnya yang sakit gara- gara terlalu keras tertawa.
Igo jadi manyun karena salah nebak, “ trus?”
“ aahh.. nanti juga tau kok, sekarang belok dulu ke toko di
depan..”
Igo memarkir mobilnya di salah satu toko grosir yang menjual
berbagai macam makanan. Sandra langsung masuk ke dalam, memilih beberapa jenis
makanan ringan yang ada disana. Setelah selesai memilih ia mengeluarkan uang dari
amplop putihnya untuk membayar semua itu.
Amplop? Dia engga punya dompet? Batin Igo namun ia tidak
menanyakannya pada Sandra, mungkin ada orang yang engga suka pake dompet, tebak
Igo. Sesaat kemudian Sandra kembali membawa dua kresek besar penuh makanan, Igo
membantu membawakan salah satunya.
“ buat apaan nih banyak banget?” Sandra tersenyum.
“ buat anak- anak di panti asuhan..” jawab Sandra, Igo
kaget. Panti asuhan?
Igo kembali membawa mobilnya ke arah yang ditunjukkan Sandra
padanya, Sandra membawa mereka kea rah jalanan yang makin lama kian menyempit,
sebuah daerah yang kumuh, jauh dari keramaian. Di kanan kiri Cuma ada rumah
yang berjarak saling berjauhan satu sama lain, Sandra meminta Igo menepi ke
tanah lapang di sebelah kanannya.
“ kamu mau ikutan apa pulang? Mungkin agak lama..” tawar
Sandra. Igo keluar dari mobilnya sambil membawa kresek besar yang tadi dibeli
Sandra, itu artinya dia ikut masuk.
****
“ Kak
Sandra!!!!!!” seorang gadis kecil berlari memeluk Sandra yang baru masuk ke
dalam panti asuhan. Sandra menyambutnya dengan wajah gembira.
“ Lia!!! Kamu rajin belajar gak selama kakak engga kesini?”
tanya Sandra sambil mengusap- usap kepala gadis manis itu, Lia tersenyum sambil
mengangguk. Di dalam anak lain sudah menunggu termasuk ibu pengurus panti
asuhan. Ia menyambut Sandra dengan senyuman di wajah keriputnya, Sandra
mengisyaratkan Igo untuk masuk dan bergabung dengan mereka.
Sandra langsung disibukkan dengan anak- anak yang sedari
tadi mengerubunginya, lebih tepatnya mengerubungi Sandra karena makanan yang ia
bawa, anak- anak ini tidak menikmati itu setiap hari. sementara Sandra sibuk
membagi- bagikan makanan sambil bersenda gurau, Igo memperhatikan keadaan panti
asuhan tempat anak- anak lucu itu tinggal. Tempatnya sangat kecil untuk menampung
20 orang anak, ia masuk ke kamar anak- anak di temani ibu pengurus panti
asuhan. Anak- anak itu harus berbagi kamar yang sempit dengan 5-8 orang, lampu
yang digunakan sebagai penerangan pun hanya lampu kuning, bukan lampu neon..
belum lagi tempat mereka tidur yang hanya beralaskan kasur yang entah sudah
berapa lama usianya, karena sudah sangat tipis dan dibawahnya adalah kursi
panjang yang dijadikan alas kasur itu, pasti sakit tidur disana, Igo memandang
semua itu dengan iba.
“ meski kita serba kekurangan, tapi saya punya tekad untuk
tidak pernah meninggalkan mereka.. mereka ditinggalkan oleh keluarga mereka,
saya tidak mau membuang mereka lagi..” kata ibu pengurus.
Igo sangat tersentuh dengan hati orang- orang seperti ini,
yang punya waktu dan tenaga untuk melakukan sesuatu untuk orang lain, ia
mengalihkan pandangan ke Sandra yang masih asik bermain, ia tersenyum melihat
perbuatan mulia Sandra.
Setengah
jam kemudian, Sandra dan Igo pamit dari sana. Semua anak termasuk ibu pengurus
panti asuhan melepas kepergian mereka berdua, sebelum pergi Sandra menitipkan
sejumlah uang yang ia kumpulkan beberapa bulan ini, ia bermaksud membelikan
sesuatu untuk adik- adiknya di tempat ini, tapi ia yakin ibu pengurus lebih tau
apa yang menjadi kebutuhan mereka. Ibu pengurus kembali mengucapkan terima
kasih kepada Sandra. Igo sekarang tau kenapa Sandra membayar dengan uang dari
amplop itu tadi.
“ kamu tau darimana panti asuhan ini? aku perhatiin, papan
namapun mereka engga ada..” tanya Igo.
“ waktu aku SMA dulu, kelasku ngadain bakti sosial ke tempat
ini. salah satu temenku rutin setiap bulan dateng kesana, tapi karena dia
sekarang kuliah diluar jadi dia engga bisa lagi..”
“ jadi ceritanya kamu gantiin dia gitu?”
Sandra menggeleng, “ engga lah, dulu kita berdua selalu kesana
tiap bulan, tapi sekarang Cuma aku aja.. pertama kali kesana aku bertekad kalo
aku bisa lakuin sesuatu untuk mereka, meskipun kecil, aku pasti akan lakuin..”
“ tapi, kamu dapet uang darimana?” tanya Igo.
“ aku kerja tiap jumat- minggu di MM juice yang baru buka
itu, karena baru, mereka perlu pegawai, jadi waktu aku ngelamar mereka bisa
nerima syarat itu dari aku..”
Igo tersenyum menatap Sandra, “ apa yang kamu lakuin itu,
kamu engga akan pernah tau seberapa besar artinya semuanya untuk anak- anak
itu..”
Sandra bertepuk tangan untuk dirinya sendiri, “ aminnn!!!
Makasi, Go..”
“ boleh bulan depan aku ikut lagi?” tanya Igo.
“ of course, pasti mereka seneng punya kakak baru..hehe..”
Setelah
mengantar Sandra pulang, Igo pergi ke toko buku untuk membaca beberapa synopsis
buku yang ingin ia beli. Tiba- tiba Igo melewati deretan notebook dan diary, Ia
melihat- lihat notebook itu, kembali ia teringat saran Sandra untuk mulai
menulis demi meluapkan perasaan, ia juga teringat akan ingatannya untuk Nanda
yang belum juga sirna. Igo pergi ke kasir dengan membawa salah satu notebook
yang telah dipilihnya,
“ gue pasti udah gila..” katanya pada dirinya sendiri,
karena tidak pernah sekalipun terpikir di benaknya untuk menuliskan perasannya.
****
Pagi ini Igo sudah kembali menjadi mahasiswa lagi, ia
menjalani mata kuliahnya seperti biasa, saat Igo akan masuk ke ruangan kelasnya
ia melihat Sandra secara tidak sengaja tengah berjalan tertatih dan menahan
sakit.
“ Sandra, kenapa?” tanya Igo kuatir.
Sandra tidak menjawab, ia tetap menunduk sambil memegangi
lututnya, Igo lalu berjalan menghampirinya.
“ coba sini aku liat..” Igo mencoba melihat luka Sandra,
karena ia pake rok maka Igo bisa melihatnya langsung dengan jelas. “ kamu barusan
jatuh ya?” namun Sandra kembali tidak menjawab. Igo akhirnya memutuskan membawa
Sandra ke salah satu ruang praktek di kampus yang menyediakan kotak P3K, disana
Igo membersihkan luka Sandra yang masih mengeluarkan darah. Di saat Igo
membersihkan lukanya, Sandra akhirnya mengeluarkan suara, ia menangis,
“ sakit ya?” tanya Igo, menurut Igo ,lukanya tidak seberapa
parah.
Memang benar, Sandra menggeleng menyatakan bahwa lukanya
bahkan tidak mempengaruhi dirinya.
“ trus kok kamu nangis?”
Sandra menggenggam kedua tangannya sendiri, “ barusan aja
aku nabrak motor di depanku, aku nabrak karena dia ngerem mendadak.. motor di
depanku kesempret mobil juga sampe kelempar ke kanan, trus orang yang di
depanku itu meninggal.. di depan mataku..”
Igo sekarang mengerti, Sandra masih shock ternyata melihat
kematian di depan matanya. Igo kasian meliat Sandra yang terlihat begitu
terpukul, ia merogoh tasnya mencari sesuatu yang bisa ia berikan buat Sandra,
untung aja ada sebatang coklat yang masih belum di buka.
“ nih.. supaya lebih tenang, namanya juga di jalan, San..
banyak hal yang engga terduga..” hibur Igo.
Sandra menerima coklat itu dengan senyuman,” makasi, Go..
kalo mau balik, balik aja..” tawar Sandra. Igo menggeleng, ia akan menunggu
sampai luka Sandra kering dan memberi obat antiseptiknya.
Saat menunggu, Rian tiba- tiba sms Igo menanyakan
keberadaannya, Igo memberi tau sahabatnya itu dan beberapa saat kemudian Rian
datang.
“ ada apa lo?” Rian baru akan menjawab saat ia melihat
Sandra yang sedang makan coklatnya.
“ elo? Yang tadi di jalan itu kan? Lo gak papa?” tanya Rian.
Ternyata tadi Rian ada di belakang Sandra saat kecelakaang. Sandra mengangkat
bahu menandakan ia baik- baik saja.
“ loh, kok lo tau? Kenapa engga ditolongin anak orang kalo
lo tau?” kata Igo. Rian Cuma cengar cengir.
“ ah gak papa, aku
kan gak luka berat..hehe” kata Sandra mencairkan suasana. Setelah diberikan
antiseptic, Sandra kembali ke kelas.
“ makasi ya, Go,, aku balik duluan..” kata Sandra sambil
meninggalkan ruangan.
“ eh
siapa tuh, Go?”
“ temen, baru kenal beberapa minggu lalu..”
“ kenal dimana?”
“ kenapa lo repot? Mau tau banget gue kenal dimana, lo
cemburu?” goda Igo.
“ gue gak akan tergantikan, haha.. eh btw dia yang lo bilang
pinter itu ya, gue minta tolong dia aja gimana ya? Mumpung dia kenal sama lo,”
Igo mendelik ke Rian, “ awas ya, gue bakal tau kalo lo
nyuruh dia buatin..”
Rian menatap dengan tatapan curiga, “ apa?” tanya Igo.
“ ckck.. kenapa lo marah? Lo cemburu?” bales Rian. Igo
mengepalkan tangannya di depan muka Rian, peringatan pertama, kata Igo.
“ lo suka sama dia ya?”
“ kenapa lo bilang gitu?”
“ trus lo ngapain bawa dia kesini? Hello Igo, di bawah juga
ada petugas kesehatan..”
Igo gelagapan, ia berdalih tadi ia panik melihat kondisi
Sandra, lagipula praktek bakal bagus juga buat dia, Rian hanya tertawa geli
mendengar pernyataan sahabatnya itu.
Sore
hari Igo baru sampai di rumah, karena lelah ia langsung masuk ke kamarnya,
namun alangkah kagetnya dia karena sudah ada Rian di kamarnya.
“ heh!! Lo kalo diliat orang lain bisa mikir yang
enggak-enggak, dodol!” sentak Igo.
Rian melengos engga peduli,” katanya kalo gue mau pinjem
buku boleh dateng kapan aja, engga konsisten lo,,” protes Rian. Igo tidak
menanggapi perkataan Rian, ia langsung tiduran. Setelah selesai mencari buku
yang ia butuhkan, Rian duduk di samping Igo yang sudah setengah tidur.
“ eh, men.. lo gak mau cari pacar lagi?” Igo langsung
menggeleng.
“ yah ampun, sampe kapan lo mau kaya gitu terus?”
“ gue engga akan bisa jadi asdos kalo selama ini pacaran
mulu kerjaannya. “
Rian tiba- tiba menarik benda yang menggantung di leher Igo,
“ nih.. ini yang bikin lo kaya gini, ya udalah men, engga semua cewek kaya
Nanda. “ Igo terbangun mendengar nama Nanda, ia marah kenapa Rian harus
menyebut nama itu.
“ ngapain lo sengaja sebut- sebut namanya dia? Gue udah
minta jangan sebut namanya dia lagi!” bentak Igo.
“ gue inget, dua taun yang lalu lo ngomong gitu, waktu itu
gue ngerasa, oke, karena lo masih sakit hati. tapi sampe sekarang, lo engga
ngerasa kalo lo udah waktunya bangkit? Lupain dia.. lo gak akan mungkin hidup
dalam masa lalu terus, Go..” Igo memandang sahabatnya itu, sesaat kemudian ia
kembali memejamkan matanya. Igo bilang pada Rian untuk pulang duluan kalo
urusannya sudah selesai.
Selepas kepergian Rian, ia melihat lagi kalung yang
berisikan cincin itu, Rian benar bahwa sudah seharusnya membina hubungan yang
baru. Igo mengambil notebook yang baru ia beli, ia mulai menuliskan hal- hal
yang berkaitan dengan perasannya, tanpa terasa Igo tertidur selagi menulis dan
saat ia terbangun ia merasa lebih lega saat membaca ulang hasil tulisannya.
Untuk pertama kalinya ia merasakan perasaannya telah terluapkan pada hal yang
tepat.
Esoknya
saat di kantin kampus, Igo dan Rian kembali bertemu dengan Sandra.
“ San.. gimana? Udah baikan..” tanya Igo, ada nada kuatir
dalam suaranya.
“ ah dari kemaren juga udah engga papa kok, hehe..”
“ kamu inget gak sekelas sama aku?kamu udah buat tugas
belum?” tanya Rian, Igo langsung menginjak kakinya.
“udah waktunya masu kelas, ayo masuk cepetan!” kata Igo
menarik Rian.
“ ah lo duluan aja, gue nyusul,” ia kembali menatap Sandra,
“ udah belum?”
“ oohh.. belum kak..” jawab Sandra.
“ bikin bareng yuk, “ Igo melotot engga pecaya dengan
perkataan sahabatnya itu, mau bikin bareng??? Tanpa Igo sadari, benih rasa suka
mulai tumbuh, ia cemburu dengan tingkah Rian terhadap Sandra.
Sandra mengangguk, “ boleh.. kapan?dimana?”
“ hmm.. kapan aja.. di rumahmu aja gimana? Denger- denger
papamu dokter terkenal, pasti banyak buku bagus deh,,”
Igo semakin geleng- geleng dengan tingkah sahabatnya itu.
“ engga papa sih, tapi di rumah lagi ada sepupu, mungkin
agak rame..”
“ o gak papa, nanti kan kita bikin tugasnya berdua, gak pake
sepupu kamu..”
“ hahahaha.. kakak ni bisa aja, oke oke kak.. beres..” jawab
Sandra santai.
Rian tersenyum puas, tes uji cobanya berjalan lancar,
“ apa? Kalo gitu gue ikut!” kata Igo kepada Rian, Rian tidak
keberatan.
“ aku ikut, “ kata Igo ke Sandra, Sandra pun tidak merasa
keberatan.
“ hah!!
Waktu itu siapa yang katanya engga mau minta bantuan cewek, inkonsistensi emang
banyak terjadi di dunia ini..” sindir Rian saat berjalan ke kelas. Rian hanya
tertawa geli, tesnya benar- benar berhasil, Igo jelas sedang cemburu sekarang.
“ yah.. kalo cewenya cantik kaya Sandra gitu, mau dibuang
juga sayang.. iya kan?” sindir Rian balik.
Igo makin panas, “ eh.. bikin tugas itu mesti sama yang
cantik? Ckck.. gue engga nyangka ya.. gue engga akan gitu kalo jadi lo..”
“ oya? Trus kenapa tadi lo nyolot mau ikutan?”
SKAK!!! Ibarat main catur, Igo dibuat mati kutu.
****
“ loh?
Ini Igo kan? Kamu ikutan juga? Tante pikir kamu asdos aja..” tanya Ibunya
Sandra.
Igo speechless, ia memaksakan senyum di wajahnya.
“ maaa.. bikini minuman dong..hehe” pinta Sandra, mamanya
mengiyakan.
Saat mengerjakan tugas, Igo sengaja duduk ditengah- tengah
Rian dan Sandra, ia melarang segala jenis kontak fisik meski itu hanya untuk
memperbaiki salah ketik atau semacamnya. Saat minuman datang pun Igo sengaja
memilihkan Rian yang paling banyak esnya.
“ nih buat lo!”
“ kok ini? lo suruh gue makan es?”
Igo mengangguk, “ biar gigi lo kuat,”
Waktu makan snek juga gitu, Igo sengaja menyisihkan
serpihan- serpihan snek lalu diberikan pada Rian.
“ nih, engga baik makan snek kalo lagi kerja kelompok..”
Rian pasrah, “ lo tega banget sama gue ya,,”
Sandra tertawa cekikikan melihat tingkah kedua lelaki di
depannya ini, “ kalian nih mesra banget deh..” goda Sandra.
“ yah beginilah kita,” kata Rian sambil merangkul Igo mesra,
namun Igo langsung melepaskannya.
“ ah engga kok, enggak.. dari dulu gue sama dia sahabatan
doang, kalo gue sih.. gak tau dia..hahaha” ledek Igo.
“ maksud lo selama ini gue bertepuk sebelah tangan??!!!”
rengek Rian. Membuat Sandra tidak bisa berhenti tertawa.
Igo masih saja sibuk berantem dengan Rian, mereka berdebat
tentang hubungan mereka yang udah bikin orang banyak salah paham.
“ Sandra!” suara memanggilnya.
“ iya kak??” Sandra menjawab suara itu dengan kak. Rian
bertanya siapa itu, Sandra bilang itu sepupunya yang dia ceritakan.
“ chargerku mana?” Sandra mencari- cari charger milik
sepupunya itu,
“ ooh, masih disini kak.. masuk aja sini..”
Cewek itu masuk ke kamar Sandra, “ oke.. makasi ya..”
Igo mendadak berhenti bicara, ia diam seketika seolah
melihat hantu. Rian yang sepersekian detik kemudian baru menyadari siapa yang
ada di depan mereka bertiga langsung menatap Igo sahabatnya itu, ia
mengguncang- guncang bahu Igo, mengisyaratkan ia untuk sadar. Cewek itu pun
kaget melihat dua sosok yang telah lama tidak dilihatnya, ia menatap Igo dengan
tatapan tidak percaya.
“ I.. Igo..” sapa cewek itu. igo memalingkan mukanya. Sandra
jadi bingung dengan suasana yang tiba- tiba seperti ini.
“ ehmm… kenalin semua, ini sepupuku dari Surabaya,
sebenernya dia dari Bali Cuma ambil kedokteran gigi di Surabaya, namanya Nanda.
Kak Nanda, kenalin ini temen- temenku, namanya Igo sama Rian..” kata Sandra
dengan cerianya, ia tentu tidak sadar konflik batin apa yang tengah terjadi di
antara Igo dan Nanda.
Iya, gue tau.. gue tau dengan jelas siapa dia, kata Igo
dalam hatinya.
****
Komentar penulis:
JENGJENG!!!!! Dunia
ini emang sesempit daun kelor, orang yang kita benci bisa jadi adalah temen
deketnya temen deket kita #nahloh..
Ternyata akan ada 3 part!! Hahahahahaha..
Keep waiting :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar