Total Tayangan Halaman

Selasa, 02 Oktober 2012

my pain healer part 2


Kira kira gimana cerita gue ini akan berakhir? Well.. I’ve been asking the same question to my self T.T
Lets the story continues :D
****
2 tahun kemudian..
                “ kelas dibubarkan, inget kumpulkan tugas kalian minggu depan.. terima kasih atas kerja samanya..” kata Igo menutup kuliahnya hari itu. Igo didaulat menjadi asisten dosen selama beberapa kali pertemuan, dan ini adalah pertemuan terakhirnya. Ia ditugasi untuk menggantikan kelas di angkatan satu tahun di bawahnya. Semua mahasiswa dan mahasiswi sudah keluar kelas, tinggal dua orang saja yang masih di dalam kelas yakni Igo dan Rian.
“ broo.. bantuin gue dong selesein tugasny pak Andre..” pinta Rian dengan tatapan memelas.
Igo geleng- geleng kepala sambil merapikan kabel laptopnya, “ ckckck.. siapa suruh engga dari taun kemaren lo ambil mata kuliah ini? makanya kalo milih mata kuliah itu dipikir, jangan maen pilih doang.. lo pikir ini undian? Huu.. rasain.. gue engga mau bantu, bantu buat lo itu artinya gue yang ngerjain dari pendahuluan sampe jilid..” ledek Igo.
“ hey man.. everyone makes mistake you know, lo tega kalo gue sampe engga lulus mata kuliah ini? ayolah.. ya ya.. “ pinta Rian semakin memelas..
“ yes I know, and they take the responsibility for that too… hahahaha.. enggak! Kalo lo mau cari buku referensi, silahkan ke rumah gue kapan aja, tapi kalo bikinin, gak akan..”
“ yuk makan.. laper nih.,” ajak Igo sambil membawa tugas- tugas yang akan diberikan kepada dosen pembimbing yang bertanggungjawab. Rian mengikuti sahabatnya itu dengan langkah gontai, minta tolong sama Igo urusan beginian emang kaya mengharap uang semesteran jadi gratis, alias engga mungkin banget. Igo menoleh ke sahabatnya itu, yang lagi galau gara- gara tugas yang baru saja ia sampaikan.
“ lo pasti bisa, ayo semangat!” kata Igo menyemangati, tanpa ia ketahui ada seseorang yang berlari ke arahnya, saat Igo bergerak maju, orang itu juga bergerak maju, akhirnya tabrakan pun tak terhindarkan lagi..
“ Brukk!!!”
“ Auch..” keluar suara dari yang menabrak, sementara tugas- tugas yang dibawa Igo jadi berantakan.
“ aduh, maaf kak,, maaf.. saya engga sengaja..”
Igo mencoba tenang, “ iya, saya tau kamu engga sengaja..” kata Igo sambil merapikan tugas- tugas yang terjatuh, padahal ia sudah mengurutkannya sesuai absen.
“ maaf kak.. saya bantu rapiin..” cewek itu pun membantu merapikan kekacauan akibat keteledoranya itu. setelah rapi semuanya, Igo menanyakan ada perlu apa dia sampai berlari kesini..
“ ada yang ketinggalan?” tanya Igo.
“ handphone?” celetuk Rian.
Cewek itu menggeleng, “ tadi saya dateng terlambat kak, engga sempet kumpul tugas. Makanya saya cari kakak sekarang, barusan aja dikasi tau kalo tugas tengah semesternya harus dikumpulin sekarang.. ini kak..” cewek itu memberikan berkas yang sudah terjilid rapi.
Igo menerima tugas itu, “ oke.. saya terima tugas kamu,” Igo menoleh ke nama yang tertera di tugas itu, “ Kasandra,,”
Gadis itu tersenyum manis, “ makasi kak, saya duluan..” . Igo tersenyum tanda mengiyakan.
“ tuh, siapa tau kalo lo minta tolong sama dia, dia mau bantuin bikin tugas lo..” ledek Igo.
“ hei.. gue punya harga diri ya, gue engga mau minta bikinin tugas sama cewek..huhu..”

****

                “maaa… acara nanti malem, harus Igo ikut?” tanya Igo kepada mamanya saat ia sampai di rumah.
“ iya, Go.. sekali ini aja, mama sama papa engga pernah kan minta kamu ikut kalo engga acara penting. Ini acara gathering keluarga dokter di Bali, ini penting untuk kamu ke depannya.. ya?” bujuk mamanya. Igo tidak terlalu suka lagi harus menjadi ‘ekor’ papa dan mamanya di usianya yang sekarang.
“ hmm… iya dehh.. tapi Igo berangkat sendiri aja ya, soalnya mau ngasihin ini dulu ke rumah dosen..” kata Igo sambil menunjuk tugas- tugas menumpuk dengan dagunya.
“ ooh gitu.. ya udah gak papa.. asal jangan lewat dari jam 7.. oke?”. Igo mengangguk mengerti. Di kamar Igo  melihat- melihat lagi tugas- tugas itu, ia iseng membaca tugas kepunyaan Kasandra, karena kebetulan tugasnya ada di urutan paling atas. Setelah membaca sejenak, Igo mengangguk- anggukkan kepalanya, not bad.. katanya dalam hati.
                Setelah tidur beberapa saat, Igo bergegas mandi untuk pergi ke rumah dosen lalu ke acara orang tuanya. Igo mengambil handuk dan membuka kaos yang sejak tadi belum ia ganti, ia menoleh ke kaca, melihat kalung yang ia kenakan. Kalung yang berisikan cincinnya dengan Nanda, Igo tersenyum miris. Selama ini ia mencoba melupakan luka itu, tapi ia tidak sadar bahwa kalung itulah yang menjadi penyebab kenapa luka dihatinya tidak juga kering, karena cincin yang melambangkan cinta mereka dulu masih berada terlalu dekat di hatinya, hingga sulit bagi hatinya untuk menyembuhkan luka itu.
Igo memacu mobilnya menuju rumah dosennya, setelah berbincang sejenak Igo segera berangkat menuju hotel tempat diadakannya gathering malam ini. sementara mamanya terus menelpon menanyakan keberadaan dirinya,
“ sayang, kamu dimana?”
“ di parkiran ma, bentaarr lagi..hehe” kata Igo sambil bergegas melangkahkan kakinya ke ball room tempat acara itu. Igo menaiki tangga dengan langkah setengah berlari, begitu pula yang dilakukan gadis di depannya, ia juga setengah berlari dengan straight dress dan high heelsnya. Karena tidak mampu menjaga keseimbangannya, gadis itu melewatkan setengah anak tangganya sehingga ia akan jatuh ke dasar tangga kalau saja tidak ada Igo di belakangnya,
“ AAAAAGHHH!!!” teriak gadis itu, membuat tamu- tamu lain yang baru datang menoleh ke arahnya, namun Igo dengan sigap menangkap punggung gadis itu, dengan sekuat tenaga Igo menahan tubuh gadis itu, semua orang menatap mereka sekarang, tatapan Igo dan gadis itu pun bertemu hingga beberapa saat Igo mengucapkan kata pertamanya,
“ kamu berencana ngeliatin aku terus sampe tengah malem nanti, ato..”
Gadis itu terbangun dari ‘khayalannya’, ia segera minta maaf, “ aduh maaf ya.. maaf.. makasi.. makasi,,”
Igo tertawa mendengar kalimat gadis di depannya ini, “ mau minta maaf apa bilang makasi?” ledek Igo membuat cewek itu malu..
“ aahh,, iya, dua- duanya..” beberapa saat kemudian cewek itu menyadari siapa sosok di depannya ini.
“ loh.. kakak? Kak Igo ya?” ia segera berdiri dengan sopan dan merapikan dressnya. Igo tidak ingat siapa gadis di depannya ini.
“ kita kenal?”
“ ehmm.. engga sih kak, tadi aku yang telat kumpul tugas..” jawab Kasandra.
“ oohh.. Kasandra itu ya? “ tebak Igo. Kasandra mengangguk.
“ kamu kesini juga?”
“ iya kak, papa sama mama nyuruh aku kesini, aku sih males..” celoteh Kasandra, ia lupa dengan siapa ia sedang bicara tapi ia main ngomong seenaknya dia. Igo kembali dibuat tertawa,
“ aku juga, dipaksa kesini.. jangan panggil kak lah, kita Cuma beda setaun.. toh aku bukan asisten dosenmu lagi..” tandas Igo, Kasandra mengangguk mengerti.
“ ayo masuk..” ajak Igo.
                Di dalam sudah berkumpul banyak orang, Igo kesulitan mencari orang tuanya, habisnya pada pake jas item semua, susah bedainnya. Kasandra pun mengalami kesulitan yang sama, beruntung mamanya Igo melambaikan tangan ke arah anaknya, Igo berjalan ke mamanya dan Kasandra mengikutinya dari belakang.
“ kok lama? Katanya di parkiran?”
“ iya ma, ada sesuatu tadi.. jelas Igo..”
“ Sandra, kamu ke toilet aja lama banget,,” kata papanya Kasandra yang ternyata daritadi sedang ngobrol dengan orang tuanya Igo. Igo kaget melihat ternyata orang tuanya kenal dengan orang tuanya Kasandra.
“ iya pa, ada sesuatu tadi..” jawab Kasandra, Igo tersenyum mendengar jawaban Kasandra yang sama persis dengan jawabannya.
“ Igo, kenalkan dulu, ini dokter Franky, teman papa di studi magister dulu, dia ahli ortopedi..”
“ Frank, ini anakku, Igo.. dia mau lanjut studi yang sama seperti kamu katanya kalau sudah lulus nanti..”
Igo mengulurkan tangannya, “ Igo..” katanya dengan tegas namun sopan. Sementara dokter Franky tersenyum melihatnya.
Kasandra membisikkan sesuatu ke telinga mamanya, dan secara tidak sengaja mamanya mengutarakan bisikan anaknya itu,
“ ooohh.. kamu satu kampus ya sama Sandra? Kamu asisten dosen di kelasnya Sandra ya? Wah hebat, pasti kamu pintar sekali..” puji mama Sandra. Dokter Frank juga senang mendengar prestasi Igo, “ wah bagus sekali, kalau kamu perlu referensi buku apapun, datang saja ke rumah oom..”
Igo mengangguk, ia mengucapkan terima kasih atas pujiannya, sementara Sandra terlihat malu dengan tingkah ibunya, aduh mama, sekalian aja mah maju, ambil micnya buat kasi pengumuman.. batin Sandra, Igo hanya tertawa kecil melihat ekspresi wajah Sandra.
“ karena anak kita ternyata sudah saling kenal, lebih baik kita jangan ganggu mereka dengan obrolan masa tua kita..Igo, Sandra, kita ke depan dulu ya.. kalian silahkan lalukan hal yang biasa kalian lakukan..” kata papanya Igo yang disetujui orang tua Sandra.

****

                Sandra tertawa kecil, “ kok ketawa? “ tanya Igo. Sandra menggeleng.
“ enggak, inget omongannya papamu tadi, lakuin yang biasa anak muda lakuin.. emang apaan?”
Igo setuju kalau kata- kata itu memang aneh, “ emang kamu biasa ngapain?” tes Igo.
“ hah? Aku? Ngapain ya.. ngapain aja sih yang penting engga ngebosenin..”
“ kamu suka nulis?”
“ kok tau? Iya bisa dibilang gitu, aku suka nulis dari jaman SD, dari nulis diary sampe nulis puisi..”
Igo mengangguk, “ iya karena aku baca tugasmu sepintas tadi, pemilihan kata- katamu bagus..” jawab Igo sambil tersenyum.
“ mudah- mudahan pak Andre pikirannya sama kaya kamu..hehe”
Igo tersenyum, “ oya.. biasanya kalo nulis gitu dapet inspirasi dari mana?”
“ ehmm..macem- macem.. bisa dari temen, dari kehidupan orang yang aku liat di tivi, dari pengalamanku, dari nonton film.. banyak deh.. nulis itu bikin kita jadi lebih tenang.. menurutku..”
Igo mulai tertarik, benarkah? Haruskah ia mulai menulis untuk mulai menghilangkan gundah di hatinya selama ini?
“ gimana caranya nulis? Maksudku, cara jabarin hal- hal yang kamu liat supaya bisa kamu tuangin dalam kata- kata..”
“ hmm.. kalo aku, aku selalu liat hal yang berkaitan dengan sumber yang aku punya., misalnya aku nonton satu film yang punya pesan moral bagus, biasanya aku hubungin sama kenyataan yang aku alamin, tapi engga selamanya kaya gitu karena kalo aku lagi sedih, aku biasanya nulis engga karuan, kadang Cuma beberapa kalimat dengan karakter besar, udah gitu aku hapus lagi..hehe..”
Igo tersenyum mengerti, “ trus kamu lega kalo habis nulis?”. Sandra mengangguk.
“ meskipun banyak hal yang engga bisa diungkapin dengan kata- kata, tapi lebih baik daripada kita engga bisa ungkapin sama sekali..”
“ wow.. that’s quote of the day,,” kata Igo memuji perkataan Sandra..
Sesampainya di rumah, Igo kembali terngiang kata- kata Sandra tentang manfaat mengungkapkan perasaan lewat menulis..
“ apa gue mesti coba nulis ya?” tanya Igo pada dirinya sendiri.

****

                “ ya ampun, Sandra.. kok kamu repot- repot anterin ini kesini sih? Kapan- kapan kalo ketemu tante kan mamamu bisa balikin sendiri..” kata Ibu Igo menyambut kedatangan Sandra ke rumahnya untuk mengembalikan koper yang sempat dipinjamkannya. Ibu Igo mempersilahkan Sandra masuk terlebih dahulu, kebetulan ia sedang membuat cookies dan perlu seseorang untuk mencobanya.
“ ah, jangan tante.. ngerepotin..”
Ibu Igo menggeleng, “ engga kok, sebelum tukang protesnya bangun trus nyobain, habis gitu nyela- nyela deh bikinan tante..”
Sandra tertawa geli, “ siapa tante? Igo?”. Tante mengangkat bahu yang mengisyaratkan, “ siapa lagi..”
Ia akhirnya mencoba cookies dengan keju buatan ibunya Igo, “ hmmm… enak banget tante.. beneran deh, “ puji Sandra sambil menikmati cookies yang masih hangat itu..
“ tante.. lagi ya? Hehe..” pinta Sandra.
“ oohhh!! Iya iya!! Silahkan.. tante masih ada di oven satu Loyang lagi..”
Sementara dari lantai atas Igo menggaruk- garuk kepalanya, ia baru saja bangun tidur. Sandra melihat Igo yang baru saja sampai di dapur yang berdekatan dengan ruang tamu.
“ apa- apaan sih nih,,” Igo masih setengah merem.
“ kamu udah bangun, ini cobain dulu bikinan mama..”
“ enak loh!!! Kalo engga suka engga papa, biar aku aja bawa pulang..hehe” tawar Sandra yang disambut dengan tatapan “ enak aja” dari Igo. Setelah minum segelas air putih, barulah Igo mengambil cookies buatan mamanya, mamanya melihat dengan tatapan cemas..
“ hmm.. mantap ma.. enak.. tumben sekali eksperimen langsung berhasil..” puji Igo yang lebih terdengar seperti sindiran bagi mamanya..
“ tuh kan, San.. kamu saksinya, dia bisanya Cuma nyela.. ya udah, bawa deh sama piring- piringnya ke ruang tamu..” kata mamanya, Igo langsung membawa piring yang penuh cookies dan mengajak Sandra ngobrol disana.
“ enak ya? Suka?” tanya Igo yang bermaksud menyindir Sandra yang hampir menghabiskan makanan di depannya tanpa ada ramah tamah seperti, “ mau, Go? Enak loh..” boro- boro.. sama sekali engga ada. Igo geleng- geleng kepala..
Sandra mengangguk dalam- dalam, “ enak- enak, hehe.. mau mau?”
Baru nawarin pas udah habis, batin Igo, “ enggak.. habisin aja semua..”. di tengah obrolan hangat mereka, tiba- tiba hujan dengan deras turun.
“ HAH? HUJAN? Aaahhh… bikin susah aja aahh..” keluh Sandra tiba- tiba. Sementara Igo terdiam, kenangan merasuki dirinya.

Flashback..
“ aduh,yang… kan aku udah bilang jangan jemput. Kamu basah gini sekarang gimana??” kata Nanda panik.
Igo melepaskan helmnya, mengibaskan rambutnya yang setengah basah karena kemasukan air hujan. Ia tidak menjawab Nanda..

“ tuh kan.. kamu sih aneh- aneh aja.. susah dibilangin..” omel nanda.
Igo meraih tangan Nanda dari pipinya sambil tersenyum, Nanda pun tersenyum. Pemandangan yang indah di pagi yang mendung.
                “ kamu disini aja,San sambil nunggu hujannya turun..” kata Mama Igo tiba- tiba sehingga membuyarkan lamunan Igo, ia akhirnya kembali kedunianya. Kenangan itu, kapan akan pergi.. batinnya.
“ ehmm.. tapi Sandra mau ke satu tempat tante, harus hari ini.. karena Sandra udah janji..”
“ trus gimana dong?”
“ Sandra bawa jas hujan kok tante, jadi engga papa.. tadi Sandra udah feeling mau bawa mobil aja, tapi engga tau kenapa malah kunci motor yang diambil.” Sesal Sandra, namun Igo tiba- tiba menawarkan tumpangan.
“ sama aku aja.. aku anterin pake mobil..”
“ ide bagus! Sama Igo aja, nanti tante telponin mamamu suruh orang ambil motornya..”
“ engga papa nih, Go? Kamu engga mau lanjut tidur?”. Igo menggeleng, ia kebetulan sedang ingin keluar.
“ engga ngerepotin nih tante? Sandra jadi engga enak..” kata Sandra sungkan. Tante juga ikut menggeleng. Akhirnya 10 menit kemudian Sandra dan Igo pergi bersama. Saat di tengah perjalanan, hujan mendadak berhenti.
“ argh! Hujannya main- main nih..!” keluh Sandra, kalau aja ia tau hujannya Cuma setengah, dia engga usah ngerepotin siapa- siapa. Sementara Igo hanya menatap Sandra sambil tersenyum.
“ jadi tempat apa yang mau kamu datengin?” tanya Igo, Sandra hanya tersenyum.
“ jangan- jangan..” Igo menerka.
Sandra menoleh dengan tatapan heran, “ jangan- jangan apa?”
“ jangan- jangan kamu mau ketemuan sama cowok ya? Cowok kamu ya? Makanya kamu bilang ada janji penting, harus hari ini.. it’s make sense now, mana ada kencan yang boleh batal, iya kan? Huahh.. tau gitu aku engga ikutan..” kata Igo sok tau.
“ HAHAHAHAHA!!!” Sandra tertawa keras, “ kenapa kamu mikirnya jauh banget sih? Wah, kalo kamu jadi penulis scenario drama, pasti jadi hits deh itu drama, imajinatif banget..” ledek Sandra sambil memegang perutnya yang sakit gara- gara terlalu keras tertawa.
Igo jadi manyun karena salah nebak, “ trus?”
“ aahh.. nanti juga tau kok, sekarang belok dulu ke toko di depan..”
Igo memarkir mobilnya di salah satu toko grosir yang menjual berbagai macam makanan. Sandra langsung masuk ke dalam, memilih beberapa jenis makanan ringan yang ada disana. Setelah selesai memilih ia mengeluarkan uang dari amplop putihnya untuk membayar semua itu.
Amplop? Dia engga punya dompet? Batin Igo namun ia tidak menanyakannya pada Sandra, mungkin ada orang yang engga suka pake dompet, tebak Igo. Sesaat kemudian Sandra kembali membawa dua kresek besar penuh makanan, Igo membantu membawakan salah satunya.
“ buat apaan nih banyak banget?” Sandra tersenyum.
“ buat anak- anak di panti asuhan..” jawab Sandra, Igo kaget. Panti asuhan?
Igo kembali membawa mobilnya ke arah yang ditunjukkan Sandra padanya, Sandra membawa mereka kea rah jalanan yang makin lama kian menyempit, sebuah daerah yang kumuh, jauh dari keramaian. Di kanan kiri Cuma ada rumah yang berjarak saling berjauhan satu sama lain, Sandra meminta Igo menepi ke tanah lapang di sebelah kanannya.
“ kamu mau ikutan apa pulang? Mungkin agak lama..” tawar Sandra. Igo keluar dari mobilnya sambil membawa kresek besar yang tadi dibeli Sandra, itu artinya dia ikut masuk. 

****

                “ Kak Sandra!!!!!!” seorang gadis kecil berlari memeluk Sandra yang baru masuk ke dalam panti asuhan. Sandra menyambutnya dengan wajah gembira.
“ Lia!!! Kamu rajin belajar gak selama kakak engga kesini?” tanya Sandra sambil mengusap- usap kepala gadis manis itu, Lia tersenyum sambil mengangguk. Di dalam anak lain sudah menunggu termasuk ibu pengurus panti asuhan. Ia menyambut Sandra dengan senyuman di wajah keriputnya, Sandra mengisyaratkan Igo untuk masuk dan bergabung dengan mereka.
Sandra langsung disibukkan dengan anak- anak yang sedari tadi mengerubunginya, lebih tepatnya mengerubungi Sandra karena makanan yang ia bawa, anak- anak ini tidak menikmati itu setiap hari. sementara Sandra sibuk membagi- bagikan makanan sambil bersenda gurau, Igo memperhatikan keadaan panti asuhan tempat anak- anak lucu itu tinggal. Tempatnya sangat kecil untuk menampung 20 orang anak, ia masuk ke kamar anak- anak di temani ibu pengurus panti asuhan. Anak- anak itu harus berbagi kamar yang sempit dengan 5-8 orang, lampu yang digunakan sebagai penerangan pun hanya lampu kuning, bukan lampu neon.. belum lagi tempat mereka tidur yang hanya beralaskan kasur yang entah sudah berapa lama usianya, karena sudah sangat tipis dan dibawahnya adalah kursi panjang yang dijadikan alas kasur itu, pasti sakit tidur disana, Igo memandang semua itu dengan iba.
“ meski kita serba kekurangan, tapi saya punya tekad untuk tidak pernah meninggalkan mereka.. mereka ditinggalkan oleh keluarga mereka, saya tidak mau membuang mereka lagi..” kata ibu pengurus.
Igo sangat tersentuh dengan hati orang- orang seperti ini, yang punya waktu dan tenaga untuk melakukan sesuatu untuk orang lain, ia mengalihkan pandangan ke Sandra yang masih asik bermain, ia tersenyum melihat perbuatan mulia Sandra.
                Setengah jam kemudian, Sandra dan Igo pamit dari sana. Semua anak termasuk ibu pengurus panti asuhan melepas kepergian mereka berdua, sebelum pergi Sandra menitipkan sejumlah uang yang ia kumpulkan beberapa bulan ini, ia bermaksud membelikan sesuatu untuk adik- adiknya di tempat ini, tapi ia yakin ibu pengurus lebih tau apa yang menjadi kebutuhan mereka. Ibu pengurus kembali mengucapkan terima kasih kepada Sandra. Igo sekarang tau kenapa Sandra membayar dengan uang dari amplop itu tadi.
“ kamu tau darimana panti asuhan ini? aku perhatiin, papan namapun mereka engga ada..” tanya Igo.
“ waktu aku SMA dulu, kelasku ngadain bakti sosial ke tempat ini. salah satu temenku rutin setiap bulan dateng kesana, tapi karena dia sekarang kuliah diluar jadi dia engga bisa lagi..”
“ jadi ceritanya kamu gantiin dia gitu?”
Sandra menggeleng, “ engga lah, dulu kita berdua selalu kesana tiap bulan, tapi sekarang Cuma aku aja.. pertama kali kesana aku bertekad kalo aku bisa lakuin sesuatu untuk mereka, meskipun kecil, aku pasti akan lakuin..”
“ tapi, kamu dapet uang darimana?” tanya Igo.
“ aku kerja tiap jumat- minggu di MM juice yang baru buka itu, karena baru, mereka perlu pegawai, jadi waktu aku ngelamar mereka bisa nerima syarat itu dari aku..”
Igo tersenyum menatap Sandra, “ apa yang kamu lakuin itu, kamu engga akan pernah tau seberapa besar artinya semuanya untuk anak- anak itu..”
Sandra bertepuk tangan untuk dirinya sendiri, “ aminnn!!! Makasi, Go..”
“ boleh bulan depan aku ikut lagi?” tanya Igo.
“ of course, pasti mereka seneng punya kakak baru..hehe..”
                Setelah mengantar Sandra pulang, Igo pergi ke toko buku untuk membaca beberapa synopsis buku yang ingin ia beli. Tiba- tiba Igo melewati deretan notebook dan diary, Ia melihat- lihat notebook itu, kembali ia teringat saran Sandra untuk mulai menulis demi meluapkan perasaan, ia juga teringat akan ingatannya untuk Nanda yang belum juga sirna. Igo pergi ke kasir dengan membawa salah satu notebook yang telah dipilihnya,
“ gue pasti udah gila..” katanya pada dirinya sendiri, karena tidak pernah sekalipun terpikir di benaknya untuk menuliskan perasannya.

****

Pagi ini Igo sudah kembali menjadi mahasiswa lagi, ia menjalani mata kuliahnya seperti biasa, saat Igo akan masuk ke ruangan kelasnya ia melihat Sandra secara tidak sengaja tengah berjalan tertatih dan menahan sakit.
“ Sandra, kenapa?” tanya Igo kuatir.
Sandra tidak menjawab, ia tetap menunduk sambil memegangi lututnya, Igo lalu berjalan menghampirinya.
“ coba sini aku liat..” Igo mencoba melihat luka Sandra, karena ia pake rok maka Igo bisa melihatnya langsung dengan jelas. “ kamu barusan jatuh ya?” namun Sandra kembali tidak menjawab. Igo akhirnya memutuskan membawa Sandra ke salah satu ruang praktek di kampus yang menyediakan kotak P3K, disana Igo membersihkan luka Sandra yang masih mengeluarkan darah. Di saat Igo membersihkan lukanya, Sandra akhirnya mengeluarkan suara, ia menangis,
“ sakit ya?” tanya Igo, menurut Igo ,lukanya tidak seberapa parah.
Memang benar, Sandra menggeleng menyatakan bahwa lukanya bahkan tidak mempengaruhi dirinya.
“ trus kok kamu nangis?”
Sandra menggenggam kedua tangannya sendiri, “ barusan aja aku nabrak motor di depanku, aku nabrak karena dia ngerem mendadak.. motor di depanku kesempret mobil juga sampe kelempar ke kanan, trus orang yang di depanku itu meninggal.. di depan mataku..”
Igo sekarang mengerti, Sandra masih shock ternyata melihat kematian di depan matanya. Igo kasian meliat Sandra yang terlihat begitu terpukul, ia merogoh tasnya mencari sesuatu yang bisa ia berikan buat Sandra, untung aja ada sebatang coklat yang masih belum di buka.
“ nih.. supaya lebih tenang, namanya juga di jalan, San.. banyak hal yang engga terduga..” hibur Igo.
Sandra menerima coklat itu dengan senyuman,” makasi, Go.. kalo mau balik, balik aja..” tawar Sandra. Igo menggeleng, ia akan menunggu sampai luka Sandra kering dan memberi obat antiseptiknya.
Saat menunggu, Rian tiba- tiba sms Igo menanyakan keberadaannya, Igo memberi tau sahabatnya itu dan beberapa saat kemudian Rian datang.
“ ada apa lo?” Rian baru akan menjawab saat ia melihat Sandra yang sedang makan coklatnya.
“ elo? Yang tadi di jalan itu kan? Lo gak papa?” tanya Rian. Ternyata tadi Rian ada di belakang Sandra saat kecelakaang. Sandra mengangkat bahu menandakan ia baik- baik saja.
“ loh, kok lo tau? Kenapa engga ditolongin anak orang kalo lo tau?” kata Igo. Rian Cuma cengar cengir.
“  ah gak papa, aku kan gak luka berat..hehe” kata Sandra mencairkan suasana. Setelah diberikan antiseptic, Sandra kembali ke kelas.
“ makasi ya, Go,, aku balik duluan..” kata Sandra sambil meninggalkan ruangan.
                “ eh siapa tuh, Go?”
“ temen, baru kenal beberapa minggu lalu..”
“ kenal dimana?”
“ kenapa lo repot? Mau tau banget gue kenal dimana, lo cemburu?” goda Igo.
“ gue gak akan tergantikan, haha.. eh btw dia yang lo bilang pinter itu ya, gue minta tolong dia aja gimana ya? Mumpung dia kenal sama lo,”
Igo mendelik ke Rian, “ awas ya, gue bakal tau kalo lo nyuruh dia buatin..”
Rian menatap dengan tatapan curiga, “ apa?” tanya Igo.
“ ckck.. kenapa lo marah? Lo cemburu?” bales Rian. Igo mengepalkan tangannya di depan muka Rian, peringatan pertama, kata Igo.
“ lo suka sama dia ya?”
“ kenapa lo bilang gitu?”
“ trus lo ngapain bawa dia kesini? Hello Igo, di bawah juga ada petugas kesehatan..”
Igo gelagapan, ia berdalih tadi ia panik melihat kondisi Sandra, lagipula praktek bakal bagus juga buat dia, Rian hanya tertawa geli mendengar pernyataan sahabatnya itu.
                Sore hari Igo baru sampai di rumah, karena lelah ia langsung masuk ke kamarnya, namun alangkah kagetnya dia karena sudah ada Rian di kamarnya.
“ heh!! Lo kalo diliat orang lain bisa mikir yang enggak-enggak, dodol!” sentak Igo.
Rian melengos engga peduli,” katanya kalo gue mau pinjem buku boleh dateng kapan aja, engga konsisten lo,,” protes Rian. Igo tidak menanggapi perkataan Rian, ia langsung tiduran. Setelah selesai mencari buku yang ia butuhkan, Rian duduk di samping Igo yang sudah setengah tidur.
“ eh, men.. lo gak mau cari pacar lagi?” Igo langsung menggeleng.
“ yah ampun, sampe kapan lo mau kaya gitu terus?”
“ gue engga akan bisa jadi asdos kalo selama ini pacaran mulu kerjaannya. “
Rian tiba- tiba menarik benda yang menggantung di leher Igo, “ nih.. ini yang bikin lo kaya gini, ya udalah men, engga semua cewek kaya Nanda. “ Igo terbangun mendengar nama Nanda, ia marah kenapa Rian harus menyebut nama itu.
“ ngapain lo sengaja sebut- sebut namanya dia? Gue udah minta jangan sebut namanya dia lagi!” bentak Igo.
“ gue inget, dua taun yang lalu lo ngomong gitu, waktu itu gue ngerasa, oke, karena lo masih sakit hati. tapi sampe sekarang, lo engga ngerasa kalo lo udah waktunya bangkit? Lupain dia.. lo gak akan mungkin hidup dalam masa lalu terus, Go..” Igo memandang sahabatnya itu, sesaat kemudian ia kembali memejamkan matanya. Igo bilang pada Rian untuk pulang duluan kalo urusannya sudah selesai.
Selepas kepergian Rian, ia melihat lagi kalung yang berisikan cincin itu, Rian benar bahwa sudah seharusnya membina hubungan yang baru. Igo mengambil notebook yang baru ia beli, ia mulai menuliskan hal- hal yang berkaitan dengan perasannya, tanpa terasa Igo tertidur selagi menulis dan saat ia terbangun ia merasa lebih lega saat membaca ulang hasil tulisannya. Untuk pertama kalinya ia merasakan perasaannya telah terluapkan pada hal yang tepat.
                Esoknya saat di kantin kampus, Igo dan Rian kembali bertemu dengan Sandra.
“ San.. gimana? Udah baikan..” tanya Igo, ada nada kuatir dalam suaranya.
“ ah dari kemaren juga udah engga papa kok, hehe..”
“ kamu inget gak sekelas sama aku?kamu udah buat tugas belum?” tanya Rian, Igo langsung menginjak kakinya.
“udah waktunya masu kelas, ayo masuk cepetan!” kata Igo menarik Rian.
“ ah lo duluan aja, gue nyusul,” ia kembali menatap Sandra, “ udah belum?”
“ oohh.. belum kak..” jawab Sandra.
“ bikin bareng yuk, “ Igo melotot engga pecaya dengan perkataan sahabatnya itu, mau bikin bareng??? Tanpa Igo sadari, benih rasa suka mulai tumbuh, ia cemburu dengan tingkah Rian terhadap Sandra.
Sandra mengangguk, “ boleh.. kapan?dimana?”
“ hmm.. kapan aja.. di rumahmu aja gimana? Denger- denger papamu dokter terkenal, pasti banyak buku bagus deh,,”
Igo semakin geleng- geleng dengan tingkah sahabatnya itu.
“ engga papa sih, tapi di rumah lagi ada sepupu, mungkin agak rame..”
“ o gak papa, nanti kan kita bikin tugasnya berdua, gak pake sepupu kamu..”
“ hahahaha.. kakak ni bisa aja, oke oke kak.. beres..” jawab Sandra santai.
Rian tersenyum puas, tes uji cobanya berjalan lancar,
“ apa? Kalo gitu gue ikut!” kata Igo kepada Rian, Rian tidak keberatan.
“ aku ikut, “ kata Igo ke Sandra, Sandra pun tidak merasa keberatan.
                “ hah!! Waktu itu siapa yang katanya engga mau minta bantuan cewek, inkonsistensi emang banyak terjadi di dunia ini..” sindir Rian saat berjalan ke kelas. Rian hanya tertawa geli, tesnya benar- benar berhasil, Igo jelas sedang cemburu sekarang.
“ yah.. kalo cewenya cantik kaya Sandra gitu, mau dibuang juga sayang.. iya kan?” sindir Rian balik.
Igo makin panas, “ eh.. bikin tugas itu mesti sama yang cantik? Ckck.. gue engga nyangka ya.. gue engga akan gitu kalo jadi lo..”
“ oya? Trus kenapa tadi lo nyolot mau ikutan?”
SKAK!!! Ibarat main catur, Igo dibuat mati kutu.

****

                “ loh? Ini Igo kan? Kamu ikutan juga? Tante pikir kamu asdos aja..” tanya Ibunya Sandra.
Igo speechless, ia memaksakan senyum di wajahnya.
“ maaa.. bikini minuman dong..hehe” pinta Sandra, mamanya mengiyakan.
Saat mengerjakan tugas, Igo sengaja duduk ditengah- tengah Rian dan Sandra, ia melarang segala jenis kontak fisik meski itu hanya untuk memperbaiki salah ketik atau semacamnya. Saat minuman datang pun Igo sengaja memilihkan Rian yang paling banyak esnya.
“ nih buat lo!”
“ kok ini? lo suruh gue makan es?”
Igo mengangguk, “ biar gigi lo kuat,”
Waktu makan snek juga gitu, Igo sengaja menyisihkan serpihan- serpihan snek lalu diberikan pada Rian.
“ nih, engga baik makan snek kalo lagi kerja kelompok..”
Rian pasrah, “ lo tega banget sama gue ya,,”
Sandra tertawa cekikikan melihat tingkah kedua lelaki di depannya ini, “ kalian nih mesra banget deh..” goda Sandra.
“ yah beginilah kita,” kata Rian sambil merangkul Igo mesra, namun Igo langsung melepaskannya.
“ ah engga kok, enggak.. dari dulu gue sama dia sahabatan doang, kalo gue sih.. gak tau dia..hahaha” ledek Igo.
“ maksud lo selama ini gue bertepuk sebelah tangan??!!!” rengek Rian. Membuat Sandra tidak bisa berhenti tertawa.
Igo masih saja sibuk berantem dengan Rian, mereka berdebat tentang hubungan mereka yang udah bikin orang banyak salah paham.
“ Sandra!” suara memanggilnya.
“ iya kak??” Sandra menjawab suara itu dengan kak. Rian bertanya siapa itu, Sandra bilang itu sepupunya yang dia ceritakan.
“ chargerku mana?” Sandra mencari- cari charger milik sepupunya itu,
“ ooh, masih disini kak.. masuk aja sini..”
Cewek itu masuk ke kamar Sandra, “ oke.. makasi ya..”
Igo mendadak berhenti bicara, ia diam seketika seolah melihat hantu. Rian yang sepersekian detik kemudian baru menyadari siapa yang ada di depan mereka bertiga langsung menatap Igo sahabatnya itu, ia mengguncang- guncang bahu Igo, mengisyaratkan ia untuk sadar. Cewek itu pun kaget melihat dua sosok yang telah lama tidak dilihatnya, ia menatap Igo dengan tatapan tidak percaya.
“ I.. Igo..” sapa cewek itu. igo memalingkan mukanya. Sandra jadi bingung dengan suasana yang tiba- tiba seperti ini.
“ ehmm… kenalin semua, ini sepupuku dari Surabaya, sebenernya dia dari Bali Cuma ambil kedokteran gigi di Surabaya, namanya Nanda. Kak Nanda, kenalin ini temen- temenku, namanya Igo sama Rian..” kata Sandra dengan cerianya, ia tentu tidak sadar konflik batin apa yang tengah terjadi di antara Igo dan Nanda.
Iya, gue tau.. gue tau dengan jelas siapa dia, kata Igo dalam hatinya.

****

Komentar penulis:
 JENGJENG!!!!! Dunia ini emang sesempit daun kelor, orang yang kita benci bisa jadi adalah temen deketnya temen deket kita #nahloh..
Ternyata akan ada 3 part!! Hahahahahaha..
Keep waiting :D




Tidak ada komentar:

Posting Komentar